JAM

Jumat, 10 Juni 2011

11/06/2011

Pagi hari adalah kesempatan
bagi kita untuk menjadi pribadi yang baru.

Pribadi yang baru melihat dirinya
dengan rasa hormat yang lebih baik,
tidak berlama-lama memelihara rasa marah
dan menghentikan pikiran yang tidak bersih.

Pribadi yang baru menyabarkan diri,
berlaku lembut dan penuh kasih
kepada keluarga dan sahabat.

Apa pun masalah kita,
jika kita membaikkan hati,
Tuhan akan membaikkan hidup kita.

Mario Teguh

Senin, 30 Mei 2011

motivasi

Hari ini, perubahan terjadi demikian cepat
sehingga yang terlantar adalah mereka
yang terlambat memperbarui diri sendiri.

Setiap orang sedang sibuk menjadi pribadi
yang lebih dihargai oleh masyarakat yang dilayaninya.

Maka, sangat mengagumkan sekali
kesampai-hatian orang yang membiarkan dirinya
malas dan tertinggal dalam pertumbuhan kemanusiaan.

Marilah kita lebih terlibat dalam kehidupan ini.

Mario Teguh

Sabtu, 28 Mei 2011

Kisah Nabi Yusuf

Genealogi

Yusuf adalah cucu dari Ishaq, silsilah lengkapnya adalah Yusuf bin Yakub bin Ishaq bin Ibrahim in Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh. Yusuf merupakan putera ketujuh (ada sumber mengatakan anak kesebelas) Yakub dan Yusuf mempunyai ibu yang dikenali sebagai Rahil dengan adiknya, Bunyamin. Yusuf menikah dengan seorang gadis yang bernama Ashenath kemudian memiliki dua orang anak yang bernama Manessa dan Ephiraim.

Biografi

Yusuf mempunyai 12 orang saudara lelaki dan mempunyai rupa yang tampan dan dimanja oleh bapaknya. Walau bagaimanapun, ibu kandungnya wafat ketika ia berusia 12 tahun.
Kasih sayang berlebihan yang diperolehnya dari Nabi Yaqub membuat iri dan dengki saudara-saudara yang mewujudkan komplot menarik perhatian bapak mereka. Mereka berencana untuk membunuh beliau.
Yahudza, anak lelaki keempat dari Yakub dan yang paling tampan dan bijaksana di antara mereka tidak setuju dengan rencana pembunuhan itu karena perlakuan tersebut adalah dilarang. Maka, demi menghalau Yusuf, dia merencanakan untuk mencampakkan beliau ke dalam sebuah 'sumur tua' yang terletak di persimpangan jalan tempat kafilah-kafilah dagang dan para musafir beristirahat. Dengan itu, kemungkinan Yusuf akan diselamatkan dari sumur tersebut dan di bawa oleh siapa saja untuk dijadikan budak.

Kisah Yusuf dalam Al-Qur'an

Al-Qur'an mengawali kisah Yusuf saat ia masih muda. Ia bermimpi melihat sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya (Yusuf [12]:4). Mimpi itu ia beritahukan kepada ayahnya, Yaqub yang menyuruhnya agar tidak memberitahukan mimpi itu kepada saudara-saudaranya yang pencemburu (Yusuf [12]:5). Yusuf juga merupakan anak yang paling disayangi Yaqub, sehingga saudaranya merasa cemburu dan mereka merencanakan suatu rencana untuk membuang Yusuf (Yusuf [12]:8). Saudara-saudara Yusuf meminta izin pada Yaqub untuk membawa Yusuf pergi bersama mereka, dan mereka diizinkan. Dalam perjalanan, Yusuf dimasukkan ke dalam sumur dan ditinggal pergi oleh saudara-saudaranya hingga kemudian ia ditemukan oleh kafilah dagang yang kemudian menjualnya di Mesir. Orang yang membeli Yusuf adalah Qithfir, seorang raja Mesir yang mempunyai julukan Al Aziz.

Ketampanan yang luar biasa

Yusuf di dalam Al-Qur'an dikatakan sebagai pria tertampan didunia. Pernyataan ini digambarkan ketika Yusuf tumbuh remaja, istri tuannya yang bernama Zulaikha menggodanya karena tidak bisa menahan daya tarik ketampanannya dan setiap wanita yang melihatnya pasti terkesima, namun Yusuf menolaknya (Yusuf [12]:23). Sehingga ia mengancam Yusuf akan dipenjarakan, jika tidak mengikuti perintahnya (Yusuf [12]:32). Namun, Yusuf tetap teguh dan ia akhirnya dipenjarakan (Yusuf [12]:33). Yusuf dipenjarakan bersama dua orang tahanan. Di dalam penjara, mereka mengetahui bahwa Yusuf memiliki kejujuran yang tinggi dan dapat menafsirkan mimpi (Yusuf [12]:36). Yusuf berhasil dalam menafsirkan mimpi 2 tahanan lainnya, mimpi mereka adalah bahwa salah satu dari mereka akan dihukum mati, dan yang lainnya akan dibebaskan dan kembali bekerja sebagai penuang air minum raja. Maka, Yusuf meminta pada temannya yang akan dibebaskan untuk mengemukakan masalahnya kepada raja. Namun, ketika dibebaskan, ia melupakan Yusuf, sehingga ia tetap dipenjara.
Beberapa tahun kemudian, raja bermimpi dan menanyakan apa artinya. Penuang minuman tersebut akhirnya ingat pada Yusuf, dan ia menanyakan Yusuf apa arti mimpi raja. Yusuf menafsirkan mimpi raja bahwa akan terjadi tujuh panen yang berlimpah, kemudian diikuti tujuh panen yang sedikit, dan kemudian ada tahun yang penuh dengan hujan. Raja yang mendengar tafsir Yusuf, akhirnya memanggilnya. Namun, sebelumnya Yusuf meminta kepada orang-orang yang menuduhnya ditanyai apa yang sebenarnya terjadi. Zulaikha akhirnya mengakui apa yang dilakukannya pada Yusuf. Yusuf akhirnya dibebaskan dan raja menghendaki ia bekerja untuknya. Yusuf akhirnya meminta agar ia ditugaskan untuk mengurus hasil bumi di negeri itu.
Selama tahun-tahun yang diramalkan paceklik, saudara-saudara Yusuf datang ke Mesir untuk meminta makanan. Mereka diperbolehkan menghadap Yusuf yang mengenal mereka, namun mereka tidak. Yusuf meminta mereka jika ingin meminta makanan lagi, mereka diharuskan membawa adik laki-laki bungsu mereka. Mereka akhirnya membawa adik bungsu mereka pada pertemuan berikutnya. Pada adik bungsunya itulah, Yusuf mengungkapkan kisahnya bahwa ia dipelakukan jahat oleh kakak-kakaknya. Yusuf akhirnya bekerja sama dengan adiknya. Adiknya untuk sementara ditinggal bersamanya. Yusuf berpura-pura bahwa adiknya ditahan karena mencuri gelas minum raja. Pada saat itu juga, Yaqub kehilangan penglihatannya karena merasa kehilangan Yusuf dan saudaranya.
Ketika saudara-saudara Yusuf datang lagi kepadanya, Yusuf mengungkapkan jati dirinya pada mereka. Saudara-saudara Yusuf akhirnya meminta maaf atas tindakan mereka. Yusuf kemudian meminta mereka membawakan bajunya kepada ayahnya dan mengusapkan pada wajah ayahnya untuk memulihkan penglihatannya dan juga memerintahkan mereka untuk membawa orangtua dan keluarga mereka ke Mesir. Setelah tiba di Mesir, orang tua dan saudara-saudaranya bersujud untuk menghormatinya. Yusuf kemudian mengingatkan akan mimpinya di masa muda yang ditafsirkan oleh ayahnya; sebelas planet, matahari, dan bulan bersujud padanya.

Selasa, 24 Mei 2011

motivasi education

Belajar ketika orang lain tidur, bekerja ketika orang lain bermalasan, dan bermimpi ketika orang lain berharap. ~ William A. Ward

Saya belajar selama saya hidup. Batu nisan akan menjadi ijazah saya. I am learning all the time. The tombstone will be my diploma. ~Eartha Kitt

Visi tanpa eksekusi adalah lamunan. Eksekusi tanpa visi adalah mimpi buruk. Vision without execution is a daydream. Execution without vision is a nightmare. ~ Japanese Proverb

Semua impian kita dapat menjadi nyata, jika kita memiliki keberanian untuk mengejarnya. All our dreams can come true, if we have the courage to pursue them. ~ Walt Disney

Senin, 23 Mei 2011

kata-kata bijak hari ini

Anda dikenal melalui pertarungan yang Anda pilih.

Karena,

Apa pun yang Anda perjuangkan melalui pertarungan,
pasti merupakan sesuatu yang penting bagi Anda.

Jika Anda bertarung untuk hal yang kecil dan tidak penting,
maka kecil dan tidak pentinglah Anda.

Jika yang Anda perjuangkan adalah hal-hal yang baik dan bernilai,
maka baik dan bernilailah Anda.

Periksalah nilai dari yang membuat Anda marah.

Mario Teguh

Minggu, 22 Mei 2011

Baru punya handphone

Ucup dan Acep baru punya handphone.

Ucup : "Cep ngapain lho megangin pager rumah?"
Acep : "Ini Cup, gw lagi mau isi pulsa..."
Ucup : "Eh, ape hubunganye nempel di pager ama isi pulsa Cep? Telpon operator aje. Susah amat sih."
Acep : "Itu die masalahnye,dari tadi gue disuruh operator tekan pager, nah gue sudah tekan pager berkali-kali kok kagak bisa juga. Ampe bonyok neh jempol gue."
Ucup : "Gue lebih parah coy."
Asep : "Emang elu kenape?"
Ucup : "Gue malah disuruh mencet bintang."

Apa itu cinta??

Makna Cinta. Suatu ungkapan yang begitu misterius. Apakah cinta punya makna? Bagaimana menurut kalian?

Oh, cinta
kau kurindu
kau kukejar
kau kudamba
Suatu saat
kau hilang
kau pergi
lenyap ke dalam sepi
Oh, cinta
apakah yang kurasa
ketika engkah t'lah tiada...?

Sungguh, cinta itu misterius. Dan dengan sentuhan cinta, setiap orang menjadi penyair...


Minggu, 10 April 2011

kisah istri sholehah selingkuh..

"Kisah istri sholeha selingkuh"...stlah mnikah psangan Budiman dan anisah bgtu bhagia,, kduanya sama2 taat bribdah krna mreka lhir dr lingkngan klurga kuat agama...! Budiman seorang pkerja brangkat pagi pulang sore....! Untuk mengisi ksepian istrinya budiman mmblikan anisah komputer, awalnya anisah tdk faham tntang komputer tp budima...n mngajarinya smpai istrinya bisa....... !akhirnya dlam shari2nya stlah selesai ksibukan didpur mulailah anisah utak utik komputer...sampai dia mengenal namanya chating.!lama kelamaan anisah mulai bnyak temen dan brkenalan dgn seorang pemuda ganteng brnama arjuna..! Awlnya komunikasi biasa2 saja...tp arjuna mulai mlancarkan kata2 manisnya...anisah selalu menolak tp krna sering chating apalagi chat tatap muka akhirnya prthanan anisah jebol jg...!perubahan sikap anisah diktahui suaminya..lalu budiman krna mrahnya sm anisah istrinya komputerpun dijual....tak cukup sampai disitu krna anisah telah trmkan rayuan maut arjuna, anisah pun mnelpon arjuna dan mencritakan kjdian dirmahnya.....arjuna mnyarankan agar anisah mncraikan suaminya dan menikah dgnnya.....!! Singkat cerita, anisah cerai dan brhubungan dgn arjuna...telah beberapa bulan arjuna pun blum melamar anisah bahkan telah melakukan hubungan diluar nikah....! Akhirnya anisah mncba branikan dri brtanya knapa arjuna blum jg menikahinya....! Kata arjuna " hai perempuan hina, nista, renda berakhlak buruk, bgamana mungkin aku menikahimu dirimu wanita tak setia sedangkan dgn suami yg baik aja kau selingkuh apalagi dgnku bisa2 klw ada yg lbh ganteng dariku kau akan selingkuh lg" astagfirullah, serasa dunia mau kiamat, rasanya pandangan jd gelap...! Kemana tmpat mengadu, kembali kesuami dlu ga mungkin....."Ya Allah ampuni dosaku"

Rabu, 16 Maret 2011

PUISI

Ciuman Pertama
Karya: Huda M Elmatsani
Ciuman pertamaku
masih kausimpan di lekuk bibirmu
malumalu getaran itu
anggun melewati rimba waktu
mengisi rongga dada dengan hangat kelambu
melebihi kelepak matahari pada birahi
senja yang ungu.
Limabelas tahun berlalu
ciumanku masih menghias senyummu
biarkan di sana, aku memintamu tak menghapusnya
sebab di sanalah kuarungi samudera kenangan
di pantaimu aku terdampar. Melebihi kelepak camar
setia menyamar sebagai waktu.
Aku menyebutnya cinta.



Pidana Cinta
Karya: Huda M Elmatsani
Apakah mencinta tindak pidana
hingga seumurhidup ku dipenjara
di sel hatimu seluas semesta
dengan jendela sebingkai nirwana
kau bidadari di dalamnya.
Aku terkurung dalam bahagia.
Bila tak jumpa seminggu
hukuman bertambah dicambuk rindu
dadaku penuh goresan namamu.






Huruf Cinta di Cakrawala
Karya: Huda M Elmatsani
Seandainya matahari kauberitahu indahnya malam, apakah ia akan datang kemari? Melihat bintangbintang sambil berbaring di atas jambangan lapang penuh bunga rumputan. Tetapi engkau hadir di sisiku dengan bara melampaui hangatnya matahari. Embun yang turun pun menjelma api, membakar langut yang hanyut di sudut mataku.
Tak ada puisi di mambang senja itu jika kau tak membisikkannya untukku, membangunkanku dari tumpukan kertas mimpi. Engkau menggelitik ujung penaku menggoda setiap kata untuk menari bersamamu, mengelilingi api unggun terbakar dan berterbangan menjelma bintangbintang. Lihatlah hurufhuruf cinta itu menyusun dongeng di cakrawala


Bantu Aku Menulis Kata Cinta
Karya: Huda M Elmatsani
Bantu aku menulis kata cinta, sunyiku pada pena.
Sebingkai meja berwarna coklat kelu dan berdebu
seakan lautan kata yang beku dalam dingin suhu.
Sepucuk kertas membentuk perahu, di layarnya teruntuk namamu.
Pena itu kembali menggigil, menggoreskan kegelisahan:
Aku cinta padamu. Hanya genangan tinta terbentuk
seperti teluk
melayarkan katakataku
ke samudera peluk.
Bantu aku menulis kata cinta dengan sinar matamu
agar kutemukan nyala dalam unggun kata
atau jadilah rembulan di rantingranting aksara
mengganti tikaman gelap dengan romantika remang.
Biarkan kuikatkan samarsamar cahayamu
menyatukan sejuta kalimat dalam lembarlembar puisi.
Lalu senyummu kujadikan majas
Agar makna semakin jelas
membebaskan cinta dari pernyataan
yang tak pernah tuntas.
Atau, jadilah kamu laut yang dalam dan biru
mengganti kalimatku yang dangkal dan berbatu.
Kuseberangi selat bibirmu, mengembara
hingga palung jiwamu. Laguna yang teduh berangin
Sebuah jalan setapak membelah ombak.
Ombak di matamu.
Zayyine, kukenali tulisan di matamu yang teduh
dan gemuruh.

Cinta di Luar Batas
Karya: Huda M Elmatsani
Aku mencintaimu melebihi segala batas
tak cukup daratan berbatas pantai
Cintaku luap samudera. Luas membentang permadani biru
Gelombang dengan gairah ekstra, O indahnya gemuruh
tempat kita layarkan kenangan demi kenangan.
Seluruh rindumu kutampung dalam teluk
pelukanku, dalam liuk lengan-lengan ombak, arus sajakku
yang sejuk membimbingmu ke laguna: sukmaku.
Aku mencintaimu melampaui matahari
bukan cakrawala berbatas senja temaram
Cintaku doa pagi dan di langit malam
mengerjap sebagai bintangbintang. Adalah jejakjejak galaksi
berarak di angkasa, berkilap dalam munajatku.
Lembut ombak memainkan butirbutir cahaya
pada pantulan bulan di matamu. Aku di situ
berlayar tak kenal waktu.
Cintaku melampaui bunyi dan sunyi
ketika hujan berhenti dan sisakan dencing tetes akhir
aku genangan yang diamdiam menghilang lalu
mengalir sebagai sungai deras di hatimu.
Mengisi urat nadimu dengan denyut jantungku
Menulisi dadamu dengan goresan rindu dan asmara.
Walau tak selalu bicara
aku sarat aksara.

menjadi seorang guru

MENGAPA KITA MEMILIH MENJADI SEORANG GURU?
Bagi Anda yang memiliki visi dan cita-cita yang tinggi tentu Anda merasakan apa yang sedang Anda geluti saat ini. Pasti Anda tahu apa yang insya Allah terjadi dengan kontribusi Anda di bidang ini. Anda saat ini sedang meniti jalan yang teramat mulia, yaitu menjadi seorang guru.
Menjadi seorang guru bukan karena kebetulan atau keterpaksaan juga bukan karena butuh pekerjaan sambilan untuk menjadi batu loncatan karir dan prestise. Namun camkan dengan baik, menjadi guru adalah pilihan, menjadi guru adalah panggilan nurani, menjadi guru adalah jalan hidup, menjadi guru adalah persemaian cita-cita, dan bahkan menjadi guru merupakan pengabdian yang tulus untuk sebuah cita-cita besar.
Munculnya manusia-manusia yang bercita-cita besar dan mewujudkan cita-cita besar itu tidak lepas dari inspirasi para guru. Gurulah yang setiap hari menanamkan nilai-nilai kepada diri murid, gurulah yang setiap hari mengisi rongga jiwa yang masih kosong dengan cita-cita dan harapannya. Dengan perantaraan guru pulalah tidak terbilang anak yang bangkit dari keterbelakangannya untuk meraih cita-citanya.
Berikut ini, saya hadirkan sebuah penggalan cerita dari seorang anak yang kesehariannya bergelut dengan kepapaan dan bersusah payah berjuang agar tetap bisa sekolah hingga mencapai cita-citanya. Cerita seorang anak ini sebagai ilustrasi dedikasi seorang guru yang mampu menghidupkan jiwa yang hampir putus asa.

Seorang anak yang dari umur 7 tahun telah ditinggalkan oleh ayahnya yang tercinta. Ayahnya seorang petani sedangkan ibunya tidak memiliki pekerjaan. Sepeninggal ayahnya, praktis kehidupan keluarga ditanggung oleh ibunya yang sudah tua. Jangankan untuk sekolah, makan untuk sehari-hari pun tidak cukup. Usia 7 tahun menuntutnya untuk bisa sekolah seperti halnya anak-anak yang lain.
“Ibu, aku ingin sekolah” demikian yang disampaikan si anak kepada ibunya. “tapi, aku tidak sanggup menyekolahkanmu”. “aku tidak sanggup membelikanmu seragam, sepatu, buku. Sekolah itu mahal Nak!” Mendengar penjelasan ibunya si anak itu diam. Keesokan harinya tanpa sepengetahuan ibunya dia pergi ke sekolah dengan tidak berseragam, tidak pula memakai alas kaki. Sesampainya di sekolah dia menemui seorang guru, “Bapak, aku ingin sekolah”, tentu saja bapak guru tersebut kaget melihat anak yang berada dihadapannya tidak seperti layaknya anak sekolah. “Nak, benar kamu mau sekolah? Apakah kamu sudah mendaftar ke kepala sekolah? “Belum Pak” jawab anak itu. “Sini saya antar kamu ke Bapak kepala sekolah”. Sejak pertemuannya dengan kepala sekolah anak itu pun secara resmi menjadi salah satu murid di sekolah itu. Kepala sekolah ternyata terkesan dengan kepribadian anak itu, apalagi setelah mengetahui latar belakang keluarganya. Selain bertemu di ruang kelas karena kepala sekolah tersebut juga mengajar pelajaran matematika, juga sering mengundang si anak ini ke rumahnya membantu menggarap kebun yang ada di depan rumahnya. Dalam setiap kesempatan sang guru menanamkan nilai-nilai kemandirian, kerja keras, kesederhanaan, dan bercita-cita tinggi. Dia akhirnya menjalani masa sekolahnya dengan berbekal nilai-nilai yang ditanamkan oleh sang guru. Dia tidak pernah berputus asa, tidak juga merasa lebih rendah dari anak yang berkecukupan, meskipun seragam yang dia gunakan adalah seragam satu-satunya yang dihadiahkan oleh gurunya sang kepala sekolah ketika menjadi ranking 3 pada saat duduk di bangku kelas 3 SD. Tiba saatnya penentuan kelulusan SD dan dari deretan nama yang terpasang di papan pengumuman dia termasuk murid yang dinyatakan lulus dengan nilai tertinggi se wilayah IV. Selain meraih piala Dikbud, uang tunai, dia juga diarak keliling desa dengan menunggangi kuda pilihan.
Cerita diatas merupakan salah satu potret dari sekian banyak anak yang dengan melalui polesan keikhlasan seorang guru menghantarkannya keluar dari problematika keluarga menuju pencapaian impian. Mimpi untuk bisa mengeyam pendidikan.
Penulis pun mempunyai pengalaman yang sangat berharga dan teramat mahal tentang ketulusan seorang guru dalam membimbing siswanya. Dimasa SMA, tepatnya di kelas tiga. Pada umumnya siswa kelas tiga sudah mulai mempersiapkan diri untuk bisa lulus UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Mereka di waktu pagi belajar di kelas dan di sore hari hingga malam mengikuti bimbingan belajar. Selain belajar, para siswa juga dibantu oleh orang tua mereka untuk memburu informasi perguruan tinggi. Namun berbeda dengan yang penulis alami dan beberapa teman, akses informasi, kesempatan untuk ikut bimbingan belajar tidak semudah dengan yang diperoleh oleh teman-teman. Sekadar menyampaikan keinginan lanjut ke perguruan tinggi saja terasa berat bercampur malu, padahal keinginan untuk lanjut sungguh melebihi keinginan teman-teman. Tapi harus bagaimana biaya kuliah terlalu mahal untuk ukuran penulis lain lagi dengan biaya hidup sehari-hari. Hanya do’a selalu penulis haturkan kepada yang Maha Pemberi kemudahan semoga dimudahkan dalam urusan ….
Kegiatan belajar di kelas tidak pernah saya tinggalkan. Saya khawatir kalau ada satu materi pelajaran yang saya tidak ikuti. Apalagi hanya belajar di kelas menjadi satu-satunya sarana bagi saya untuk mempersiapkan mengikuti EBTANAS. Semua guru mengajar dengan metode masing-masing, ada yang ceramah dari awal sampai akhir ada juga yang langsung praktik. Namun saya terkesan dengan metode mengajar salah seorang guru saya. Dia pengajar biologi namanya Pak Ajrun, S.Pd. setiap jam mengajarnya anak-anak selalu menanti-nantinya. Bahkan jika dia tidak masuk, para siswa kelas tiga jurusan IPA beramai-ramai mencarinya.
Apa yang menjadi daya tarik metode mengajar Pak Ajrun?
Perhatikan satu penggalan nasihat Pak Ajrun dalam proses pembelajaran. “Anak-anak sekalian, kalian adalah harapan kami, harapan orang tua. Orang tua kalian sudah berkorban untuk menyekolahkan kalian, berangkat pagi ke sawah pulang petang bahkan malam, semua itu dilakukan untuk keberlangsungan sekolah kalian. Kalian tidak tahu, kadang biaya untuk berobat diberikan kepada kalian meskipun sakit yang ditanggung. Sekali lagi untuk masa depan kalian” Nasihat Pak Ajrun seperti ini terkadang disampaiakn di awal pembelajaran, kadang di tengah pembelajaran, dan kadang diakhir. Nasihat-nasihatnya begitu kuat menghunjam mengalir menyetrumi semangat anak-anak.
Perhatikan metode Pak Ajrun yang lain. Suatu ketika kelas tiga IPA diremehkan oleh salah seorang guru dan disampaikan dihadapan para siswa, kemudian guru tersebut menyebarkan kepada semua guru, penyebabnya adalah karena siswa kelas tiga IPA tidak mau membayar uang pungutan dari pihak sekolah. Siswa tidak mau membayar karena tidak tahu uang itu digunakan untuk apa padahal mereka secara rutin membayar SPP dan BP3. Mengetahui nama baik kelas tiga IPA dicemarkan, mereka pun beramai-ramai mendatangi kantor kepala sekolah untuk mengklarifikasi berita pencemaran yang berkembang. Kepala sekolah tidak menerima masukan siswa, justru kepala sekolah membenarkan tindakan guru. Maklum guru tersebut merupakan orang yang paling dekat dengan kepala sekolah dan juga menjabat sebagai wakil kepala sekolah. Betapa kesalnya siswa kelas tiga IPA karena tidak ada tempat untuk mengadukan problem kelasnya. Kepala sekolah yang diharapkan juga tidak memberi solusi. Apalagi guru-guru yang lain yang lebih suka diam dari pada harus menanggung resiko jika berbeda pendapat dengan kepala sekolah.
Pak Ajrun pagi itu mengajar di kelas tiga IPA pada jam ke tiga. Pak Ajrun seperti kebiasaannya sebelum memulai pelajaran selalu menyapa anak-anak, menayakan keadaan anak, dan menyampaikan nasihat-nasihat yang singkat. Pak Ajrun seakan tidak mengetahui masalah yang dialami oleh kelas yang sedang diajar. Namun diantara anak ada yang nyeletuk menyampaikan masalah mereka. “Pak!” Sambil mengacungkan tangan, “kami tidak terima perlakuan Pak Rais, masa kami dianggap tidak patuh pada aturan, dianggap kelas paling bandel, kelas yang suka membangkang. Padahal yang kami lakukan untuk mengetahui dana yang dipungut wakil kepala sekolah itu digunakan untuk apa?, tidak lebih dari itu!, ya, kalau misalnya dana itu diperuntukkan untuk kepentingan sekolah kami juga pasti bayar meski pun diantara kami ada yang tidak mampu.
Pak Ajrun tidak langsung menjawab, dia diam sambil mengarahkan pandangannya ke siswa yang baru saja selesai menyampaikan masalah kelasnya. Tatapan seorang guru yang bersahaja, sederhana, dan sangat bersahabat. Dia sepertinya menyembunyikan sesuatu yang tidak ingin anak-anak mengetahuinya.
Pak Ajrun dengan suara agak berat menyampaikan kepada anak-anak, “kemungkinan besar pada semester ke dua saya tidak lagi menjadi wali kelas kalian”. Histeris teriakan siswa memecah kesunyian kelas, “tidak!” Bapak harus tetap menjadi wali kelas kami. Bapak harus tetap membimbing kami, tidak Pak!”
“Saya tidak pernah melihat di kelas kalian seperti yang dituduhkan”, lanjut nasihat Pak Ajrun kepada anak-anak. “Justru sebaliknya, kalian telah mengahrumkan nama sekolah ini karena dari kelas tiga IPA-lah selalu menjadi perwakilan sekolah mengikuti lomba siswa teladan tingkat kabupaten dan kita juara I, perwakilan kabupaten siswa teladan tingkat provinsi juga dari kelas IPA, juara piadato tingkat kabupaten juga dari kelas IPA, juara bola volley tingkat kabupaten juga dari kelas tiga IPA. Saya bangga kepada kalian.”
“Atas dasar itulah, saya membela kalian dihadapan musyawarah guru. Atas dasar itulah saya berbeda pendapat dengan Pak Rais dan semua guru, dan atas dasar itulah saya berbeda pendapat dengan kepala sekolah”. Terlihat bola mata Pak Ajrun berkaca-kaca, mengisyaratkan pembelaannya kepada siswa-siswanya. Kelas yang tadinya riuh berubah menjadi hening, isak tangis terdengar dari para siswa pertanda dekatnya mereka dengan wali kelasnya.
“Anak-anak sekalian, karena saya dianggap tidak kooparatif dengan kebijakan kepala sekolah, maka di semester kedua saya tidak lagi menjadi wali kelas kalian.”
Penggalan cerita di atas mengisyaratkan keberpihakan Pak Ajrun kepada siswa-siswanya. Pembelaan yang diberikan kepada siswa pada saat tidak ada lagi guru yang berani membela. Ketika semua guru takut berbeda pendapat dengan kepala sekolah. Takut tidak diberikan jabatan, takut dimutasi. Sedangkan Pak Ajrun tidak demikian. Dia berani membela meski pun dia harus dipecat dari wali kelas.
Dalam berbagai kesempatan Pak Ajrun juga sering mengundang anak walinya ke rumah kontrakannya. Rumahnya kecil hanya terdapat dua kamar; kamar keluarga dan kamar tamu. Kedua kamar tersebut disekat dengan anyaman bambu yang sudah lapuk. Atap seng yang digunakan juga sudah mulai bocor dan sebahagian berkarat. Rumah Pak Ajrun sangat sederhana. Kesederhanaan Pak Ajrun tidak hanya terlihat dari interior rumahnya, tapi juga tergambar dari pola hidunya; pakaiannya, tutur katanya, dan kebersahajaannya. Wajar jika dalam setiap kesempatan kepribadian Pak Ajrun lebih kuat mengilhami karakter para siswa dari pada kekuatan lisannya.
Menjelang EBTANAS, Pak Ajrun semakin sering berkomunikasi dengan anak walinya kelas tiga IPA. Ia berharap agar diantara siswanya lebih banyak yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Pak Ajrun sadar bahwa tidak semua anak walinya punya kemampuan pembiayaan, jangankan perguruan tinggi setingkat SMA pun masih banyak yang menunggak iuran sekolah. Namun guru yang berasal dari Bima ini tidak pernah berputus harapan, selalu saja dia memberikan motivasi, harapan, dan pengalaman pribadinya sewaktu dia menempuh perkuliahan.
“Anak-anak sekalian, saya tahu kuliah itu susah karena kita tidak saja memikirkan biaya kuliah, biaya praktikum, biaya alat tulis, buku-buku, dan sebagainya. Namun kita juga harus hidup, kita harus makan, minum, dan mempunyai tempat tinggal dan semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.” Terang Pak Ajrun kepada anak walinya.
“Akan tetapi, ketahuilah anak-anak sekalian, saya bukanlah orang yang lebih dibanding dengan kalian, saya meninggalkan kampung kelahiran saya Bima tidak membawa apa-apa kecuali ongkos kapal laut, saya tiba di Ujung Pandang belum mempunyai gambaran tentang tempat tinggal, tidak tahu harus nginap dimana saya? Kebetulan saya mempunyai teman se kampung yang lebih dahulu kuliah di IKIP Ujung Pandang dan dialah yang menjemput saya di pelabuhan. Dialah yang mengantar saya ke tempat tinggalnya, ternyata dia tinggal di salah satu Masjid di dekat IKIP. Disanalah saya memulai aktivitas kuliah, saya tinggal bersama teman saya di masjid itu.”
“setelah berjalan beberapa hari, saya mulai mencari kerja yang tidak mengganggu kuliah saya. Sampailah saya di tempat pelelangan ikan. Muncul pikiran saya, bagaimana kalau saya membeli ikan di tempat pelelangan kemudian saya jual ke rumah-rumah warga dengan mengendarai sepeda. Ide ini saya realisasikan, setelah shalat subuh saya mengambil ikan di tempat pelelangan dengan harga yang sangat murah kemudian saya jual ke rumah rumah warga. “ikan-ikan…, ikan cakalan, tembang, layang, oeee….!” Teriakan Pak Ajrun mengusik tidur lelap warga Mariso dan cendra wasih, Begitulah setiap hari saya lakukan, jelas Pak Ajrun.“Alhamdulillah, dari hasil penjualan ikan, saya tabung untuk biaya kuliah. Adapun untuk kebutuhan sehari-hari, saya memperoleh gaji dari mengajar anak-anak membaca Alqur’an di masjid dan juga sebahagian orang tua yang berduit meminta saya supaya mengajari anak-anaknya di rumah.” Terang Pak Ajrun.
“Oleh karena itu anak-anak sekalian, berangkatlah kalian menuntut ilmu, yakinlah kalian kepada pertolongan Allah, jangan pernah kalian terhalangi lantaran persoalan biaya. Pasti Allah akan memberikan jalan keluar.” Ingat! Jangan karena waktu semenit menggugurkan waktu selamanya”.
Nasihat-nasih Pak Ajrun ini mengubah 180 derajat keraguan siswa menjadi keyakinan, termasuk penulis. Tiga puluh siswa kelas tiga IPA meninggalkan Kota Majene menuju kota Ujung Pandang dengan jarak ribuan kilo meter, semua mendaftar di perguruan tinggi terpavorit di Ujung Pandang. Mereka tidak punya bekal, kecuali keyakinan akan pertolongan Allah. Sebuah prestasi sekolah yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Melalui kisah yang dialami oleh penulis sendiri, betapa terasa dahsyat peranan seorang guru. Yang melalui guru, seorang yang hampir putus asa diubahnya menjadi orang yang penuh keyakinan, orang lemah menjadi kuat, orang yang pesimis menjadi optimis, orang yang kerdil cita-cita menjadi seorang yang pencita-cita besar, tentu atas taufik dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Seorang Susilo Bambang Yudoyono yang sekarang menjadi presiden Republik Indonesia juga sering menyebut ibu gurunya yang pernah mendidik ketika masih duduk di bangku SD Pacitan Jawa Timur. Beliau selalu mengingat pesan-pesannya, petuah, dan bimbingannya. Ia mengatakan tidak akan pernah melupakan jasa gurunya.
Demikian pula kalau kita membaca perjalanan kehidupan pemimpin yang agung dan mulia Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah murabbi pendidik dari empat sahabatnya; Abu Bakar Assiddiq, Umar bin Khottab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Talib. Dari seorang murobbi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dan empat murid sekaligus menjadi sahabatnya mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang berperadaban, masyarakat yang tadinya dihinakan diubah menjadi masyarakat yang disegani dan hormati.
Betapa peranan seorang guru begitu besar. Sehingga sering kita mendengar perkataan adanya ulama karena adanya guru, adanya presiden karena adanya guru, adanya jenderal karena adanya guru, adanya dokter karena adanya guru.
Setelah kita mengetahui betapa besar peranan Anda karena Anda salah satu dari sekian banyak guru saat ini. Maka tetaplah di jalur ini, jangan bergeming dengan godaan, janji-janji, apalagi iming-iming. Ketahuilah apa yang Allah amanahkan kepada kita saat ini merupakan kemuliaan yang belum tentu orang lain mendapatkannya. Kita khawatir, apabila Allah sudah menunjukkan kasih sayang-Nya kepada kita, cintanya kepada kita kemudian kita sendiri yang lari dari kasih sayang Allah sedangkan kreta kematian hampir-hampir sampai kepada kita sementara kasih sayang dan cinta Allah sudah terlanjur kita lari darinya. Sekali lagi kita khawatir, Allah tidak memberikan lagi kesempatan untuk mendapatkan rahmat-Nya.
Wallahu ‘alam.

WAWAN CIvic

BILA CINTA HARUS MEMILIH

Bel masuk sekolah membuat suasana menjadi ramai, sebagian anak-anak kelas 2 B mempersiapkan catatan kecil yang ditulis di meja untuk nyontek karena konon kabarnya pagi itu akan diadakan ulangan matematika Pak Budi yang super killer itu. Tapi sebagian yang lain seperti gak takut akan adanya ulangan matematika, malahan mereka pada ngerumpi masalah aktual seputar film, hiburan dan terutama cowok dan cewek mereka.Wawan salah satu makhluk penghuni kelas 2 B yang termasuk anak rajin dan selalu dapat ringking itu kelihatan santai kaya gak akan terjadi apa-apa aja pagi itu. Dia malah sedang asyik mencorat-coret buku tulisnya dengan beberapa huruf yang dirangkai menjadi sebuah nama. Mungkin dialah nama yang menjadi pujaan hati Wawan. Ya Anggi nama gadis imut-imut bendahara Rohis yang terkenal ulet dan pantang menyerah dan berpenampilan cool itu ternyata telah berhasil mengisi renung hati Wawan.
“Kamu sungguh manis Nggi, manis orangnya dan manis kepribadiannya” gumam Wawan dalam hati.
“Anggi, andai aja kaMu tau perasaanku padamu, apakah kamu akan menerimanya?” Wawan terus-menghayal tanpa memperhatikan Pak Budi yang sudah berdiri di depan pintu Kelas 2B.
Lamunan Wawan pada pagi itu mendadak menjadi hilang ketika Pak Budi The Killer Man itu datang ke kelas dan membagikan soal ulangan harian.
Ya pagi yang berat telah dilalui oleh naka-anak kelas 2 B SMU Biru itu. Rasa lega dan gembira dilukiskan dengan berbagai ekspresi. Ada yang meloncat kegirangan dan ada yang biasa-biasa saja termasuk Wawan. Ulangan itu ternyata gak menggoyahkan konsentrasinya buat ngebayangin wajah nan manis dengan kedua lesung di pipi ketika tersenyum.
***
Bel istirahatpun berbunyi. Anak-anak pada bubar berhamburan di halaman. Ada yang segera ke kantin buat ngasih makan cacing di perut yang udah dari tadi nyanyi terus minta jatah makan pagi. Tapi ada sebagian yang malahan pergi ke musholla buat sholat Duha.
Wawan, Indar, Paras dan Taufiq adalah sebuah gank anak Rohis yang keliatan kompak banget. Kalo istirahat pertama gank itu saling berebut shof pertama buat sholat duha. Begitu juga halnya dengan Anggi sang idola di Rohis itu, juga hadir tuk njalanin sholat duha. Seperti biasa setelah sholat, makhluk penghuni musholla itu tidak langsung pulang ke kelas masing-masing, mereka biasa ngetam di Perpus musholla buat ngejaga buku, kali aja ada yang mo pinjam atau mo ngembalikan buku perpustakaan rohis.
Sembari jaga ternyata mata Wawan yang udah terkenal dengan sebutan mata elang itu mengawasi gerak-gerik Anggi dengan senyum yang begitu mempesona yang sedang asik bercerita didepan ruang Rohis yang kebetulan emang jadi satu dengan Musholla itu. Anggi mungkin gak nyadar kalo dia lagi diawasi sama cowok keren Ketua Rohis SMU Biru itu.
“Anggi-Anggi, kenapa aku gak berani ngungkapin isi hati ini sama kamu ya Nggi????” lamunan Wawan seolah gak percaya akan nasib yang dialaminya.
“Nha!!!!, mikirin siapa hayooo??!!!!” sapa Paras secara tiba-tiba yang bikin Wawan terperanjat dari duduknya.
” Salam dulu kek, jangan main sentak donk, kayak gak pernah ikut pengajian aja!!!” Wawan nerocos memprotes perlakuan sohibnya yang paling setia itu.
“Abis ngelamunin Anggi ya ?” Tebak Paras membut Wawan kaget.
“Yeeee siapa yang baru ngelamunin orang, wong kita tadi baru ngelamunin ummat Islam kok pada loyo , eeee dikira ngelamunin orang ” bela Wawan seolah gak mau kalo sohibnya itu ikut terlibat dalam persoalan yang satu ini.
”Ah jangan gitu Wan, aku tau kok kamu suka ama Anggi, kan aku gak sengaja pernah baca buku kamu yang ada coretan-coretan tinta pink nama Anggi pas aku pinjam buku Fisika kemarin” Paras njelasin ke Wawan.
Seketika itu Wawan tak bisa berkutik, soalnya rahasia yang selama ini dia pendam ternyata diketahui oleh Paras sang sohib yang perhatian banget sama dia.
“Eh Ras! Aku percaya kamu bisa nyimpen rahasia ini, soalnya aku belum berani buat ngungkapin cinta ke Anggi, takut nih” minta Wawan seolah agak memaksa.
“Beres Wan, jamin aman deh.” Jawab Paras meyakinkan Wawan.
Akhirnya tak terasa bel masuk pun berbunyi, mereka bergegas kembali meninggalkan Musholla ke kelas masing-masing. Tapi kayaknya ada yang gak beres, soalnya baju belakang Wawan keliatan gak rapi, padahal Wawan terkenal anak yang rapi banget di SMU Biru itu. Akhirnya dia bergegas menuju kamar kecil sebelah utara musholla. Tapi sayang didalam ada orang yang pake. Wawan menunggu beberapa lama, dan akhirnya.
“Klek” bunyi pintu kamar mandi itu terbuka.
Tak lama kemudian muncullah sesosok tubuh yang gak asing lagi bagi Wawan. Ya, Anggi keluar ruangan itu dengan melemparkan senyuman khasnya yang membuat jantung Wawan berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
“Serrrr . Dak Dik Duk .” begitu mungkin suasana jantung Wawan melihat senyum Anggi yang begitu manis.
“Kok belon masuk Wan, kan udah bel .??” Tanya Anggi
“Iy iy iyya, Nggi, Maklum baju belakang keluar nih, takut entar gak keliatan rapi” jawab Wawan agak gerogi.
“Ooo, gitu ya.. Ya udah duluan ya Asalamualaikum” Pamit Anggi smbil melempar senyum mautnya kembali kepada Wawan yang membuat Wawan jadi salah tingkah lagi.
“Waalaikum salam” sahut Wawan.
***
Hampir dua bulan Wawan memendam rasa ke Anggi, tapi gak berani mengungkapkannya. Dia hanya bisa curhat ke Paras kalo dia itu cinta sama Anggi, tapi gak berani ngungkapin ke Anggi.
Tanggal 31 Maret 2010, Wawan mengetahui bahwa hari itu adalah hari spesial bagi Anggi, ya hari Ulang tahun yang ke 17, Wawan berpikir keras buat ngungkapin rasa cintanya secara non verbal. Yaitu dengan hadiah di hari spesial itu. Wawan meminta pendapat ke Paras, soal hadiah apa yang cocok diberikan ke Anggi buat hadiah Ultahnya.
“mo kasih apa ya Ras????” tanya wawan minta pendapat Paras.
”kasih bunga aja, biar romantis!” jawab Paras.
“gak ah, takut gak ada manfaatnya, gimana kalo aku kasih Khimar?” Wawan minta pendapat ke Paras.
“wah, hebat kamu Wan, bagus banget tuh ” Paras mendukung.
“Tapi Pas” Wawan Menyela.
“Aku gak berani ngasihin ke dia, tolongin aku ya, kan kamu temen setia aku! Ya ras ya Please!!!!!!” Rengek Wawan seolah memaksa paras tuk menurutinya.
“Wah kok aku sih, napa gak kamu sendiri aja yang nyampein, kan yang suka sama dia kamu, kok suruh aku sih?” ledek Paras.
“Iya deh Wan, jangan kuatir pasti aku sampein ke dia”Jawaban Paras melegakan.
***
Pagi yang cerah dia awal bulan April. Seperti biasa anak-anak pada berkerumun ke gank-nya masing-masing. Termasuk Wawan yang udah ngetem sama Paras di taman Sekolah depan kelas 2 B. Tema pembicaraannya apa lagi kalo bukan masalah Anggi. Tapi pembicaraan mereka terhenti sejenak karena ada sesosok tubuh berjalan dihadapan mereka. Anggi berjalan dengan kalem menuju kelas 2 A.
“Subhanallah, Ras itu khimar yang kemarin aku kasih ke dia ” ucap Wawan seolah enggak percaya akan apa yang dia saksikan.
“Haa.. yang bener Wan ?” tanya Paras.
“Iya, bener itu yang aku kasih ke Anggi, Subhanallah… tau berterimakasih banget dia..”gumam Wawan
“Wah beruntung kamu Wan, berarti hadiah kamu special buat dia” ledek paras.
Kedua sahabat itu masih enggak percaya akan perlakuan Anggi pada pagi itu yang membuat Wawan seperti diatas angin.
***
Bel istirahatpun tiba. Seperti biasa gank rohis itu pergi ke musholla tuk ngejalanin sholet duha. Tapi entah mengapa Anggi udah duluan sebelum bel tadi ke musholla. Entah apa yang dilakukan Anggi di musholla itu, tapi perlakuannya gak begitu digubris sama anak-anak lainnya. Mereka sholat seperti biasanya. Dan sudah menjadi kebiasaan juga sehabis sholat ya 5 menitan-lah anak-anak pada istirahat sambil nongkrong di ruang rohis disebelah selatan musholla.
Pas mo balik ke kelas karena udah bel. Wawan menemukan sepucuk surat yangditujukan kepadanya dilaci yang biasa tuk nyimpan pecinya kalau mau masuk kelas. Ya sebuah surat dengan sampul biru muda dengan tulisan yang udah gak asing lagi buat Wawan.
“Hah surat dari Anggi????” batin wawan seolah gak percaya.
“Eh Wan surat dari siap tuh?” tanya Paras pingin tau.
“Dari Anggi “jawab Wawan..
“Kok jadi berdebar gini ya Ras “sahut Wawan sedikit gerogi.
“Udah lah Wan, jangan terlalu dipikirin berat-berat. Lagian udah bel tuh” nasehat paras sambil mengajak sohibnya itu masuk ke kelas.
Tapi langkah mereka berdua gak semulus yang di duga. Mereka dihadang oleh sesosok tubuh yang kini sedang mengisi renung hati Wawan. Anggi menghadang perjalanan mereka. Biasa sebelum dia mengucapin kata-kata, Anggi menebarkan senyum yang begitu mempesona.
“Wah, makashi banget ya Wan, enggak ada hadiah sebagus yang udah Wawan sampein ke Anggi, sekali lagi makasih ya .” Kata Anggi sembari meneber senyum kembali membuat hati Wawan berontak.
“iya deh Nggi, selamat Ulang tahun ya ” jawan Wawan
“makasih lho Eh udah dibaca Surat Anggi?” tanya Anggi.
“Belon, mungkin nanti siang aja ba’da sholat Duhur” jawab Wawan.
“Iya deh. Anggi tunggu ta jawabannya ” Jawab Anggi.
“Insya Allah, Nggi” Jawaban Wawan meyakinkan.
Setelah Anggi pergi, paras yang dari tadi cuman dijadiin obat nyamuk protes.
“Busyet kamu Wan, kalo udah ketemu sama yang cocok gak inget sama temen lagi” protes Paras.
“Sory deh Ras, habis mo gimana lagi? “jawab Wawan.
Kedua sahabat itu akhirnya lenyap dilorong laboratorium biologi yang mereka lewati.
Selama pelajaran berlangsung, bukannya pelajaran yang dipikirin Wawan, tapi dia coba ngebayangin berbagai kemungkinan isi surat Anggi siang itu. Hampir 3 jam penuh dia menciummi surat bersampul biru muda itu dengan penuh perasaan. 3 jam bagi Wawan amatlah lama dan membosankan. Tanpa sadar ia kembali terhanyud dalam lamunan yang memang membuat bibirnya senyam-senyum sendiri. Walaupun begitu dia masih bisa nyembunyiin ketergelisahannya itu, jadi gak sempat jadi perhatian Pak Pardjo yang sedang mengajar Momen Gaya.
***
Dan bel yang begitu indah pun terdengan dengan diiringi jerat jerit anak-anak SMU Biru itu. Rasa lega dan bimbang menyelimuti perasaan Wawan yang udah dari tadi gak bisa konsentrasi sama pelajaran dari guru-guru yang mengajar. Ia bergegas menunaikan sholat dhuhur dengan berjamaah di musholla sekolah.
Setelah cukup berdoa dan berdzikir Wawan segera bergegas menuju ruangan Rohis yang menang udah mulai rame dengan anak-anak kelas 1 dan 2 yang sedang asyik membaca buku perpustakaan. Tanpa diketahui oleh mereka, Wawan berhasil mengambil sepucuk surat yang emang udah menjadikannya gak bisa berfikir jernih.
Ya surat dari Anggi. Ia segera menuju gudang musholla yang emang dia pegang kuncinya dan segera membaca surat itu. Tak ketinggalan Paras yang udah dari tadi menyertai Wawan ikut menyimaknya.
“Assalamualaikum Wr. Wb.
Untuk Akhi Wawan yang Dirohmati Allah.
Sebelumnya Anggi mengucapkan terima kasih banyak kepada Akhi Wawan yang udah memberikan perhatian lebih kepada Anggi. Anggi merasa bahwa hidup ini adalah perjuangan. Siapa yang mau berjuang dialah yang akan mendapatkan sesuatu yang dia impikan. Akhi Wawan, Anggi sebenarnya mengerti bahwa akhi Wawan menyukai Anggi. Perlu diketahui saja sebenarnya Anggi juga gak bisa menmbohongi hati Anggi sendiri bahwa Anggi juga menyukai Wawan, emang suka tak harus memiliki. Mungkin Akhi Wawan bisa faham maksud hati Anggi. Teruslah berjuang tuk mengapai cinta ..
Wassalamualaikum Wr Wb
Anggi”
Itulah surat yang diberikan Anggi kepada Wawan. Singkat, Padat dan penuh dengan makna.
“Wah gimana nih Ras???” tanya Wawan seolah gak percaya.
” Lho kok gimana sih, nha ini kan yang sebenarnya kamu inginkan .” Ledek Paras.
“Serius atuh!!!, Wawan butuh pendapat nih .” Rengek Wawan.
” kalo aku sih ya ungkapin aja sama dia .” Jawab Paras.
Diskusi singkat itu akhirnya membuahkan keputusan yang bulat. Sebelum bel masuk wawan akan ngungkapin isi hatinya sama Anggi. Memang hari itu keberuntungan wawan. Belum juga dia nyari Anggi, eee Anggi-nya udah nongol di depan musholla. Kontan aja wajah Wawan jadi berseri-seri dan akhirnya dia mengejar tuk mendapatkan kepastian hidup .
“Nggi! Aku pingin ngomong nih .”
“Apa Wan yang tadi ya ..?” jawab Anggi .
“Iya ” jawab wawan.
“Gimana Nggi’ Sumpah deh aku cinta mati sama kamu bener-bener, terimalah cintaku ini ya Nggi!”. Rengek wawan.
“Wah gimana ya, benarnya Anggi belum berani buat mengatakannya, tapi apa boleh buat anggi juga cinta kok ama wawan”. ungkapan yang begitu indah terdenganr dari mulut Anggi seolah-olah telah mampu menghancurkan kebekuan hati Wawan selama ini.
Seiring dengan waktu dan seiring dengan perkembangan situasi kedua pasangan serasi Rohis SMU Biru itu semakin dekat aja. Walaupun mereka melakukan aktifitas pacaran tapi tetap gak diketahui sama teman-temannya, karena mereka adalah anak-anak Rohis. Wawan adalah ketua dan Anggi adalah Bendahara. Jadi ketika kedua pasangan itu bercakap-cakap dianggap teman-temannya adalah koordinasi kegiatan.
***
Genap sudah 4 bulan mereka berpacaran tanpa diketahui oleh siapapun, kecuali Paras. Udah jadi kebiasaan ketika cawu 3 Rohis SMU Biru mengadakan sarasehan mengenai pelajar dan masalah lain yang menyangkut langsung dalam dunia pelajar.
“Gimana Fik, udah kelar bigraundnya?” tanya Wawan dalam sebuah rapat pengecekan akhir.
“udah kok Wan, tapi ada yang belon beres nih mengenai moderator buat acara besok..”
“jadi gimana, udah ada belon? kalo belon ada Wawan juga bisa kok jadi moderator” tawaran Wawan, serius
“bener Wan.. tapi apa gak aneh entar ?” Tanggapan Taufik
“Lho kok aneh sih.. emang kalo udah jadi ketua gak boleh jadi moderator ya? enak aja.. kalo gitu mendingan gak usah jadi ketua yeeee” Sahut Wawan penuh semangat.
Akhirnya acara sarasehanpun diadakan. Dengan dihadiri oleh hampir seratus orang siswa SMU Biru dan beberapa guru yang memang diundang oleh pihak panitia. Tema-nya pun gak tanggung-tanggung. “Peran pelajar dalam mengubah dunia”. Walaupun tema-nya agak berat tepi karena yang membawakan sarasehan itu adalah ustadz yang agak gaul jadi para peserta bisa menangkap dengan baik. Bahkan karena merasa cocok, beberapa siswa menginginkan ada follow up dari kegiatan itu. Dan Rohispun mensepakati.
Setelah disepakati oleh Mas Ardiansyah ustadz gaul yang belakangan mulai naik daun namanya itu akhirnya setiap pekannya akan mengisi kajian Rohis. Hari Rabu siang jam 14.00 WIB.
***
Seiring dengan berjalannya pengajian yang mulai membahas tema-tema cinta dan pacaran. Sedikit banyak Wawan yang emang lagiada “main’ dengan bendahara Rohis ini mengalami kegelisahan batin. Antara mencintai nya (Anggi) dengan mencintai-Nya. Tetapi seiring dengan waktu akhirnya pemahaman mereka telah menuntun kepada jalan yang benar.
“Akhirnya merekapun kemudian saling menjauh walaupun sebenarnya dekat. Dan saling mendekat walaupun mereka jauh. Akhirnya mereka lebih mencintai Allah dari pada mencintai sesama makhluknya.”
Bila Cinta harus Memilih maka kan ku pilih untuk mencintai-Nya.

KETIKA MAS GAGAH PERGI

Karya: Helvy Tiana Rosa
Mas Gagah berubah!
Ya, sudah beberapa bulan belakangan ini Masku, sekaligus saudara kandungku satu-satunya itu benar-benar berubah !
Mas Gagah Perwira Pratama, masih kuliah di Teknik Sipil UI semester tujuh. Ia seorang kakak yang sangat baik, cerdas, periang dan tentu saja… ganteng! Mas Gagah juga sudah mampu membiayai kuliahnnya sendiri dari hasil mengajar privat untuk anak-anak SMA.
Sejak kecil aku sangat dekat dengannya. Tak ada rahasia di antara kami. Ia selalu mengajakku kemana ia pergi. Ia yang menolong di saat aku butuh pertolongan. Ia menghibur dan membujuk di saat aku bersedih. Membawakan oleh-oleh sepulang sekolah dan mengajariku mengaji.
Pendek kata, ia selalu melakukan hal-hal yang baik, menyenangkan dan berarti banyak untukku.Saat memasuki usia dewasa kami jadi makin dekat. Kalau ada saja sedikit waktu kosong, maka kami akan menghabiskannya bersama. Jalan-jalan, nonton film atau konser musik atau sekedar bercanda bersama teman-teman. Mas Gagah yang humoris itu akan membuat lelucon-lelucon santai hingga aku dan teman-temanku tertawa terbahak-bahak. Dengan sedan putihnya ia berkeliling mengantar teman-temanku pulang usai kami latihan teater. Kadang kami mampir dan makan dulu di restoran, atau bergembira ria di Dufan, Ancol.
Tak ada yang tak menyukai Mas Gagah. Jangankan keluarga atau tetangga, nenek-kakek, orang tua dan adik kakak teman-temanku menyukai sosoknya !
“Kakak kamu itu keren, cute, macho dan humoris. Masih kosong nggak sih ?”
“Git, gara-gara kamu bawa Mas Gagah ke rumah, sekarang orang serumahku sering membanding-bandingkan teman cowokku sama Mas Gagah lho ! Gila, berabe khan ?”
“Gimana ya Git, agar Mas Gagah suka padaku ?”
Dan masih banyak lontaran-lontaran senada yang mampir ke kupingku. Aku cuma mesam-mesem. Bangga.
Pernah kutanyakan pada Mas Gagah mengapa ia belum punya pacar. Apa jawabnya ?
“Mas belum minat tuh ! Kan lagi konsentrasi kuliah. Lagian kalau Mas pacaran…, banyak anggaran. Banyak juga yang patah hati ! He…he…he..” kata Mas Gagah pura-pura serius.
Mas Gagah dalam pandanganku adalah sosok ideal. Ia serba segalanya. Ia punya rancangan masa depan, tapi tak takut menikmati hidup. Ia moderat tapi tak pernah meninggalkan sholat !
Itulah Mas Gagah!
Tetapi seperti yang telah kukatakan, entah mengapa beberapa bulan belakangan ini ia berubah ! Drastis ! Dan aku seolah tak mengenal dirinya lagi. Aku sedih. Aku kehilangan. Mas Gagah yang kubanggakan kini entah kemana…
–=oOo=–
“Mas Gagah ! Mas Gagaaaaaahhh!” teriakku kesal sambil mengetuk pintu kamar Mas Gagah keras-keras.
Tak ada jawaban. Padahal kata mama Mas Gagah ada di kamarnya. Kulihat stiker metalik di depan pintu kamar Mas Gagah. Tulisan berbahasa arab gundul. Tak bisa kubaca. Tapi aku bisa membaca artinya : Jangan masuk sebelum memberi salam!
“Assalaamu’alaikuuum!” seruku.
Pintu kamar terbuka dan kulihat senyum lembut Mas Gagah.
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. Ada apa Gita? Kok teriak-teriak seperti itu?” tanyanya.
“Matiin kasetnya !” kataku sewot.
“Lho emang kenapa ?”
“Gita kesel bin sebel dengerin kasetnya Mas Gagah ! Memangnya kita orang Arab… , masangnya kok lagu-lagu Arab gitu!” aku cemberut.
“Ini nasyid. Bukan sekedar nyanyian Arab tapi dzikir, Gita !”
“Bodo !”
“Lho, kamar ini kan daerah kekuasaannya Mas. Boleh dong Mas melakukan hal-hal yang Mas sukai dan Mas anggap baik di kamar sendiri,” kata Mas Gagah sabar. “Kemarin waktu Mas pasang di ruang tamu, Gita ngambek…, mama bingung. Jadinya ya, di pasang di kamar.”
“Tapi kuping Gita terganggu Mas! Lagi asyik dengerin kaset Air Supply yang baru…, eh tiba-tiba terdengar suara aneh dari kamar Mas!”
“Mas kan pasang kasetnya pelan-pelan…”
“Pokoknya kedengaran!”
“Ya, wis. Kalau begitu Mas ganti aja dengan nasyid yang bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Bagus, lho !”
“Ndak, pokoknya Gita nggak mau denger!” aku ngloyor pergi sambil membanting pintu kamar Mas Gagah.
Heran. Aku benar-benar tak habis pikir mengapa selera musik Mas Gagah jadi begitu. Kemana kaset-kaset Scorpion, Wham!, Elton John, Queen, Bon Jovi, Dewa, Jamrood atau Giginya?
“Wah, ini nggak seperti itu, Gita ! Dengerin Scorpion atau si Eric Clapton itu belum tentu mendatangkan manfaat, apalagi pahala. Lain lah ya dengan senandung nasyid Islami. Gita mau denger ? Ambil aja di kamar. Mas punya banyak kok !” begitu kata Mas Gagah.
Oalaa !
–=oOo=–
Sebenarnya perubahan Mas Gagah nggak cuma itu. Banyak. Terlalu banyak malah! Meski aku cuma ‘adik kecil’nya yang baru kelas dua SMA, aku cukup jeli mengamati perubahan-perubahan itu. Walau bingung untuk mencernanya.
Di satu sisi kuakui Mas Gagah tambah alim. Sholat tepat waktu, berjama’ah di Masjid, ngomongnya soal agama terus. Kalau aku iseng mengintip di lubang kunci, ia pasti lagi ngaji atau baca buku Islam.
Dan kalau aku mampir di kamarnya, ia dengan senang hati menguraikan isi buku yang dibacanya, atau malah menceramahiku. Ujung-ujungnya,”Ayo dong Gita, lebih feminin. Kalau kamu pakai rok atau baju panjang, Mas rela deh pecahin celengan buat beliin kamu rok atau baju panjang. Muslimah kan harus anggun. Coba Dik manis, ngapain sih rambut ditrondolin gitu !”
Uh. Padahal dulu Mas Gagah oke-oke saja melihat penampilanku yang tomboy. Dia tahu aku cuma punya dua rok! Ya rok seragam sekolah itu saja! Mas Gagah juga nggak pernah keberatan kalau aku meminjam kaos atau kemejanya. Ia sendiri dulu sering memanggilku Gito, bukan Gita ! Eh, sekarang pakai manggil Dik Manis segala!
Hal lain yang nyebelin, penampilan Mas Gagah jadi aneh. Sering juga mama menegurnya.
“Penampilanmu kok sekarang lain, Gah?’
“Lain gimana, Ma ?”
“Ya, nggak semodis dulu. Nggak dandy lagi. Biasanya kamu yang paling sibuk dengan penampilan kamu yang kayak cover boy itu…”
Mas Gagah cuma senyum. “Suka begini, Ma. Bersih, rapi meski sederhana. Kelihatannya juga lebih santun.”
Ya, dalam penglihatanku Mas Gagah jadi lebih kuno dengan kemeja lengan panjang atau baju koko yang dipadu dengan celana panjang semi baggy-nya. “Jadi mirip Pak Gino,” komentarku menyamakannya dengan sopir kami. “Untung saja masih lebih ganteng.”
Mas Gagah cuma terawa. Mengacak-acak rambutku dan berlalu.
Mas Gagah lebih pendiam? Itu juga sangat kurasakan. Sekarang Mas Gagah nggak kocak seperti dulu. Kayaknya dia juga males banget ngobrol lama atau becanda sama perempuan. Teman-temanku bertanya-tanya. Thera, peragawati sebelah rumah, kebingungan.
Dan…yang paling gawat, Mas Gagah emoh salaman sama perempuan!! Kupikir apa sih maunya Mas Gagah?
“Sok kece banget sih Mas? Masak nggak mau salaman sama Tresye? Dia tuh cewek paling beken di Sanggar Gita tahu?” tegurku suatu hari. “Jangan gitu dong. Sama aja nggak menghargai orang !”
“Justru karena Mas menghargai dia makanya Mas begitu,” dalihnya, lagi-lagi dengan nada amat sabar. “Gita lihat khan orang Sunda salaman? Santun meski nggak sentuhan. Itu yang lebih benar!”
Huh. Nggak mau salaman. Ngomong nunduk melulu…, sekarang bawa-bawa orang Sunda. Apa hubungannya?
Mas Gagah membawa sebuah buku dan menyorongkannya padaku. “Baca!”
Kubaca keras-keras. “Dari ‘Aisyah ra. Demi Allah, demi Allah, demi Allah. Rasulullah saw tidak pernah berjabat tangan dengan wanita kecuali dengan mahromnya. Hadits Bukhari Muslim!”
Si Mas tersenyum.
“Tapi Kyai Anwar mau salaman sama mama. Haji Kari, Haji Toto, Ustadz Ali…,” kataku.
“Bukankah Rasulullah uswatun hasanah? Teladan terbaik?” kata Mas Gagah sambil mengusap kepalaku. “Coba untuk mengerti ya, Dik Manis !?”
Dik manis? Coba untuk mengerti? Huh! Dan seperti biasa aku ngeloyor pergi dari kamar Mas Gagah dengan mangkel. Menurutku Mas Gagah terlalu fanatik ! Aku jadi khawatir. Apa dia lagi nuntut ‘ilmu putih’? Ah, aku juga takut kalau dia terbawa oleh orang-orang sok agamis tapi ngawur. Namun…, akhirnya aku nggak berani menduga demikian. Mas-ku itu orangnya cerdas sekali! Jenius malah! Umurnya baru dua puluh satu tahun tapi sudah tingkat empat di FTUI! Dan aku yakin mata batinnya jernih dan tajam. Hanya…, yaaa akhir-akhir ini ia berubah. Itu saja. Kutarik napas dalam-dalam.
–=oOo=–
“Mau kemana, Git!?”
“Nonton sama teman-teman.” Kataku sambil mengenakan sepatu. “Habis Mas Gagah kalau diajak nonton sekarang kebanyakan nolaknya!”
“Ikut Mas aja, yuk!”
“Kemana? Ke tempat yang waktu itu lagi? Ogah! Gita kayak orang bego di sana!”
Aku masih ingat jelas. Beberapa waktu yang lalu Mas Gagah mengajakku ke rumah temannya. Ada pengajian. Terus pernah juga aku diajak menghadiri tabligh akbar di suatu tempat. Bayangin, berapa kali aku dilihatin sama cewek-cewek lain yang kebanyakan berjilbab itu. Pasalnya, aku kesana memakai kemeja lengan pendek, jeans belel dan ransel kumalku. Belum lagi rambut trondol yang nggak bisa aku sembunyiin. Sebenarnya Mas Gagah menyuruhku memakai baju panjang dan kerudung yang biasa mama pakai ngaji. Aku nolak sambil ngancam nggak mau ikut.
“Assalaamu’alaikum!” terdengar suara beberapa lelaki.
Mas Gagah menjawab salam itu. Tak lama kulihat Mas Gagah dan teman-temannya di ruang tamu. Aku sudah hafal dengan teman-teman si Mas ini. Masuk, lewat, nunduk-nunduk, nggak ngelirik aku…, persis kelakuannya Mas Gagah.
“Lewat aja nih, Mas? Gita nggak dikenalin?” tanyaku iseng.
Dulu nggak ada deh teman Mas Gagah yang tak akrab denganku. Tapi sekarang, Mas Gagah nggak memperkenalkan mereka padaku. Padahal teman-temannya lumayan handsome!
Mas Gagah menempelkan telunjuknya di bibir. “Ssssttt !”
Seperti biasa, aku bisa menebak kegiatan mereka. Pasti ngomongin soal-soal ke-Islaman, diskusi, belajar baca Al-Quran atau bahasa Arab…, yaaa begitu deh!!
–=oOo=–
“Subhanallah, berarti kakak kamu ikhwan dong!” seru Tika setengah histeris mendengar ceritaku. Teman akrabku ini memang sudah sebulan ini berjilbab rapi. Memusiumkan semua jeans dan baju-baju you can see-nya.
“Ikhwan?” ulangku. “Makanan apaan tuh? Saudaranya bakwan atau tekwan?” suaraku yang keras membuat beberapa makhluk di kantin sekolah melirik kami.
“Huss! Untuk laki-laki ikhwan, untuk perempuan akhwat. Artinya saudara. Biasa dipakai untuk menyapa saudara seiman kita,” ujar Tika sambil menghirup es kelapa mudanya. “Kamu tahu Hendra atau Isa, kan? Aktivis Rohis kita itu contoh ikhwan paling nyata di sekolah ini.”
Aku manggut-manggut. Lagak Isa dan Hendra memang mirip Mas Gagah.
“Udah deh, Git. Nggak usah bingung. Banyak baca buku Islam. Ngaji! Insya Allah kamu akan tahu meyeluruh tentang dien kita. Orang-orang seperti Hendra, Isa, atau Mas Gagah bukanlah orang-orang yang error. Mereka hanya berusaha mengamalkan Islam dengan baik dan benar. Kitanya saja yang mungkin belum mengerti dan sering salah paham.”
Aku diam. Kulihat kesungguhan di wajah bening Tika, sobat dekatku yang dulu tukang ngocol ini. Tiba-tiba di mataku menjelma begitu dewasa.
“Eh, kapan main ke rumahku? Mama udah kangen tuh! Aku ingin kita tetap dekat, Gita…, meski kita kini punya pandangan yang berbeda,” ujar Tika tiba-tiba.
“Tik, aku kehilangan kamu. Aku juga kehilangan Mas Gagah…,” kataku jujur. “Selama ini aku pura-pura cuek tak peduli. Aku sedih…”
Tika menepuk pundakku. Jilbab putihnya bergerak ditiup angin. “Aku senang kamu mau membicarakan hal ini denganku. Nginap di rumah, yuk. Biar kita bisa cerita banyak. Sekalian kukenalkan pada Mbak Ana.”
“Mbak Ana ?”
“Sepupuku yang kuliah di Amerika! Lucu deh, pulang dari Amrik malah pakai jilbab! Itulah hidayah!”
“Hidayah ?”
“Nginap, ya! Kita ngobrol sampai malam sama Mbak Ana!”
–=oOo=–
“Assalaamu’alaikum, Mas Ikhwan…, eh Mas Gagah !” tegurku ramah.
“Eh adik Mas Gagah! Dari mana aja? Bubar sekolah bukannya langsung pulang!” kata Mas Gagah pura-pura marah, usai menjawab salamku.
“Dari rumah Tika, teman sekolah,” jawabku pendek. “Lagi ngapain, Mas?” tanyaku sambil mengintari kamarnya. Kuamati beberapa poster, kaligrafi, ganbar-gambar pejuang Palestina, Kashmir dan Bosnia. Puisi-puisi sufistik yang tertempel rapi di dinding kamar. Lalu dua rak koleksi buku ke-Islaman..
“Cuman lagi baca !”
“Buku apa ?”
“Tumben kamu pengin tahu?”
“Tunjukin dong, Mas…buku apa sih?” desakku.
“Eit…, Eiiit !” Mas Gagah berusaha menyembunyikan bukunya.
Kugelitik kakinya, dia tertawa dan menyerah. “Nih!” serunya memperlihatkan buku yang sedang dibacanya dengan wajah setengah memerah.
“Nah yaaaa!” aku tertawa. Mas Gagah juga. Akhirnya kami bersama-sama membaca buku ‘Memilih Jodoh dan Tata Cara Meminang dalam Islam’ itu..
“Maaaas…”
“Apa Dik manis?”
“Gita akhwat bukan sih?”
“Memangnya kenapa ?”
“Gita akhwat apa bukan ? Ayo jawab…,” tanyaku manja.
Mas Gagah tertawa. Sore itu dengan sabar dan panjang lebar, ia berbicara kepadaku. Tentang Allah, Rasulullah. Tentang ajaran Islam yang diabaikan dan tak dipahami ummatnya. Tentang kaum Muslimin di dunia yang selalu jadi sasaran fitnah serta pembantaian dan tentang hal-hal lainnya. Dan untuk petamakalinya setelah sekian lama, aku merasa kembali menemukan Mas Gagahku yang dulu.
Mas Gagah dengan semangat terus berbicara. Terkadang ia tersenyum, sesaat sambil menitikkan air mata. Hal yang tak pernah kulihat sebelumnya!!
“Mas kok nangis?”
“Mas sedih karena Allah, Rasul dan Al Islam kini sering dianggap remeh. Sedih karena ummat yang banyak meninggalkan Al-Quran dan Sunnah, juga berpecah belah. Sedih karena saat Mas bersenang-senang dan bisa beribadah dengan tenang, saudara-saudara seiman di Belahan bumi lainnya sedang digorok lehernya, mengais-ngais makanan di jalan, dan tidur beratap langit…”
Sesaat kami terdiam. Ah, Masku yang gagah dan tegar ini ternyata sangat perasa. Sangat peduli…
“Kok…tumben Gita mau dengerin Mas ngomong?” tanya Mas Gagah tiba-tiba.
“Gita capek marahan sama Mas Gagah !” Ujarku sekenanya.
“Emangnya Gita ngerti yang Mas katakan?”
“Tenang aja, Gita nyambung kok!” kataku jujur. Ya, Mbak Ana juga pernah menerangkan hal demikian. Aku ngerti deh meski nggak mendalam.
Malam itu aku tidur ditemani tumpukan buku-buku Islam milik Mas Gagah. Kayaknya aku dapat hidayah!
–=oOo=–
Hari-hari berlalu. Aku dan Mas Gagah mulai dekat lagi sepeti dulu. Meski aktivitas yang kami lakukan berbeda dengan yang dahulu.
Kini tiap Minggu kami ke Sunda Kelapa atau Wali Songo, mendengarkan ceramah umum. Atau ke tempat-tempat tabligh Akbar digelar. Kadang cuma aku dan Mas Gagah, kadang-kadang bila sedikit kupaksa Mama Papa juga ikut.
“Masa sekali aja nggak bisa, Pa…, tiap minggu rutin ngunjungin relasi ini itu. Kebutuhan rohaninya kapan?” tegurku.
Biasanya Papa hanya mencubit pipiku sambil menyahut, “Iya deh, iya!”
Pernah juga Mas Gagah mengajakku ke acara pernikahan temannya. Aku sempat bingung juga. Soalnya pengantinnya nggak bersanding tapi terpisah! Tempat acaranya juga gitu. Dipisah antara lelaki dan perempuan. Terus bersama souvenir, para tamu dibagikan risalah nikah juga. Di sana ada dalil-dalil mengapa walimah mereka dilaksanakan seperti itu. Dalam perjalanan pulang, baru Mas Gagah memberi tahu bagaimana hakikat acara pernikahan dalam Islam. Acara itu tak boleh menjadi ajang kemaksiatan dan kemubaziran, harus Islami dan semacamnya. Ia juga wanti-wanti agar aku tak mengulangi ulah mengintip tempat cowok dari tempat cewek!
Aku nyengir kuda.
Tampaknya Mas Gagah mulai senang pergi denganku. Soalnya aku mulai bisa diatur. Pakai baju yang sopan, pakai rok panjang, ketawa nggak cekakaan.
“Nyoba pakai jilbab, Git !” pinta Mas Gagah suatu ketika.
“Lho, rambut Gita kan udah nggak trondol! Lagian belum mau deh jreng!”
Mas Gagah tersenyum. “Gita lebih anggun kalau pakai jilbab dan lebih dicintai Allah. Kayak Mama”.
Memang sudah beberapa hari ini mama berjilbab. Gara-garanya dinasehatin terus sama si Mas, di beliin buku-buku tentang wanita, juga dikomporin sama teman-teman pengajian beliau.
“Gita mau, tapi nggak sekarang…,” kataku. Aku memikirkan bagaimana dengan seabreg aktivitasku kini, prospek masa depan (ceila) dan semacamnya.
“Itu bukan halangan.” Ujar Mas Gagah seolah mengerti jalan pikiranku.
Aku menggelengkan kepala. Heran, Mama yang wanita karier itu kok cepat sekali terpengaruh sama Mas Gagah!
“Ini hidayah, Gita!” kata Mama. Papa yang duduk di samping beliau senyum-senyum.
“Hidayah? Perasaan Gita duluan deh yang dapat hidayah baru Mama! Gita pakai rok aja udah hidayah!”
“Lho?” Mas Gagah bengong.
–=oOo=–
Dengan penuh kebanggaan, kutatap lekat wajah Mas Gagah. Gimana nggak bangga? Dalam acara Studi Tentang Islam yang diadakan FTUI untuk umum ini, Mas Gagah menjadi salah satu pembicaranya! Aku yang berada di antara ratusan peserta ini rasa-rasanya ingin berteriak, “Hei, itu kan Mas Gagah-ku !”
Mas Gagah tampil tenang. Gaya penyampaiannya bagus, materi yang dibawakannya menarik dan retorikanya luar biasa! Semua hening mendengar ia bicara. Aku juga. Mas Gagah fasih mengeluarkan ayat-ayat Al-Quran dan Hadits Rasul. Menjawab semua pertanyaan dengan baik dan tuntas. Aku sempat bingung lho, kok Mas Gagah bisa sih? Bahkan materi yang disampaikannya jauh lebih bagus daripada yamh dibawakan oleh kyai-kyai kondang atau ustadz tenar yang biasa kudengar!
Pada kesempatan itu juga Mas Gagah berbicara tentang muslimah masa kini dan tantangannya dalam era globalisasi.
“Betapa Islam yang jelas-jelas mengangkat harkat dan martabat wanita, dituduh mengekang wanita hanya karena mensyariatkan jilbab. Jilbab sebagai busana taqwa, sebagai identitas muslimah, diragukan bahkan oleh para muslimah kita, oleh orang Islam sendiri,” kata Mas Gagah.
Mas Gagah terus bicara. Tiap katanya kucatat di hati ini.
–=oOo=–
Lusa ulang tahunku. Dan hari ini sepulang sekolah, aku mampir ke rumah Tika. Minta diajarkan memakai jilbab yang rapi. Tuh anak sempat histeris juga. Mbak Ana senang dan berulang kali mengucap hamdalah.
Aku mau ngasih kejutan buat Mas Gagah! Mama bisa dikompakin. Nanti sore aku akan mengejutkan Mas Gagah. Aku akan datang ke kamarnya memakai jilbab putihku. Kemudian mengajaknya jalan-jalan untuk persiapan tasyakuran ultah ketujuh belasku.
Kubayangkan ia akan terkejut gembira, memelukku. Apalagi aku ingin Mas Gagah yang memberikan ceramah pada acara tasyakuran yang insya Allah mengundang teman-teman dan anak-anak panti yatim piatu dekat rumah kami.
“Mas Ikhwan!! Mas Gagaaaaah! Maaasss! Assalaamu’alaikum!” kuketuk pintu kamar Mas Gagah dengan riang.
“Mas Gagah belum pulang,” kata Mama.
“Yaaaaa, kemana sih, Ma??!” keluhku.
“Kan diundang ceramah di Bogor. Katanya langsung berangkat dari kampus…”
“Jangan-jangan nginep, Ma. Biasanya malam minggu kan suka nginep di rumah temannya, atau di Masjid.”
“Insya Allah nggak. Kan Mas Gagah inget ada janji sama Gita hari ini,” hibur mama menepis gelisahku.
Kugaruk-garuk kepalaku yang tak gatal. Entah mengapa aku kangen sekali dengan Mas Gagah.
“Eh, jilbab Gita mencong-mencong tuh !” Mama tertawa.
Tanganku sibuk merapikan jilbab yang kupakai. Tersenyum pada Mama.
–=oOo=–
Sudah lepas Isya. Mas Gagah belum pulang juga.
“Mungkin dalam perjalanan. Bogor kan lumayan jauh…” hibur Mama lagi.
Tetapi detik demi detik, menit demi menit berlalu. Sampai jam sepuluh malam, Mas Gagah belum pulang juga.
“Nginap barangkali, Ma?” duga Papa.
Mama menggeleng. “Kalau mau nginap Gagah selalu bilang, Pa!”
Aku menghela napas panjang. Menguap. Ngantuk. Jilbab putih itu belum juga kulepaskan. Aku berharap Mas Gagah segera pulang dan melihatku memakainya.
“Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinggg !!” Telpon berdering.
Papa mengangkat telepon. “Halo, ya betul. Apa? Gagah???”
“Ada apa , Pa?” tanya Mama cemas.
“Gagah…, kecelakaan…, Rumah Sakit… Islam…,” suara Papa lemah.
“Mas Gagaaaaaahhh!!!” Air mataku tumpah. Tubuhku lemas.
Tak lama kami sudah dalam perjalanan menuju Cempaka Putih. Aku dan Mama menangis berangkulan. Jilbab kami basah.
–=oOo=–
Dari luar kamar kaca, kulihat tubuh Mas Gagah terbaring lemah. Tangan, kaki, kepalanya penuh perban. Informasi yang kudengar, sebuah truk menghantam mobil yang dikendarai Mas Gagah. Dua teman Mas Gagah tewas seketika, sedang kondisi Mas Gagah kritis.
Dokter melarang kami untuk masuk ke dalam ruangan.
“Tapi saya Gita, adiknya, Dok! Mas Gagah pasti mau lihat saya pakai jilbab iniii!” kataku emosi pada dokter dan suster di depanku.
Mama dengan lebih tenang merangkulku, “Sabar, Sayang…, sabar.”
Di pojok ruangan papa tampak serius berbicara dengan dokter yang khusus menangani Mas Gagah. Wajah mereka suram.
“Suster, Mas Gagah akan hidup terus kan, suster? Dokter? Ma?” tanyaku. “Papa, Mas Gagah bisa ceramah pada syukuran Gita kan?” air mataku terus mengalir.
Tapi tak ada yang menjawab pertanyaanku kecuali kebisuan dinding putih rumah sakit. Dan dari kamar kaca kulihat tubuh yang biasa gagah enerjik itu bahkan tak bergerak!
“Mas Gagah, sembuh ya, Mas…, Mas…Gagah…, Gita udah jadi adik Mas yang manis. Mas… Gagah…,” bisikku.
Tiga jam kemudian kami masih berada di rumah sakit.. Sekitar ruang ICU kini telah sepi. Tinggal kami dan seorang bapak paruh baya yang menunggui anaknya yang juga dalam kondisi kritis. Aku berdoa dan terus berdoa. Ya Allah, selamatkan Mas Gagah…, Gita, Mama dan Papa butuh Mas Gagah…, umat juga.”
Tak lama dokter Joko yang menangani Mas Gagah menghampiri kami. “Ia sudah sadar dan memanggil nama ibu, bapak, dan Gi…”
“Gita..” suaraku serak menahan tangis.
“Pergunakan waktu yang ada untuk mendampinginya seperti permintaannya. Sukar baginya untuk bertahan. Maafkan saya…, lukanya terlalu parah,” perkataan terakhir dokter Joko mengguncang perasaan, menghempaskan harapanku!
“Mas…, ini Gita, Mas…,” sapaku berbisik.
Tubuh Mas Gagah bergerak sedikit. Bibirnya seolah ingin mengucapkan sesuatu.
Kudekatkan wajahku kepadanya. “Gita sudah pakai.. jilbab,” lirihku. Ujung jilbabku yang basah kusentuhkan pada tangannya.
Tubuh Mas Gagah bergerak lagi.
“Dzikir…, Mas,’ suaraku bergetar. Kupandang lekat-lekat wajah Mas Gagah yang separuhnya tertutup perban. Wajah itu begitu tenang…
“Gi…ta…”
Kudengar suara Mas Gagah! Ya Allah, pelan sekali!
“Gita di sini, Mas…”
Perlahan kelopak matamya terbuka. Aku tersenyum.
“Gita… udah pakai… jilbab…,” kutahan isakku.
Memandangku lembut, Mas Gagah tersenyum. Bibirnya seolah mengucapkan sesuatu seperti hamdalah.
“Jangan ngomong apa-apa dulu, Mas…,” ujarku pelan ketika kulihat ia berusaha lagi untuk mengatakan sesuatu.
Mama dan Papa memberi isyarat untuk gantian. Ruang ICU memang tak bisa dimasuki beramai-ramai. Dengan sedih aku keluar. Ya Allah…, sesaat kulihat Mas Gagah tersenyum. Tulus sekali!
Tak lama aku bisa menemui Mas Gagah lagi. Dokter mengatakan Mas Gagah tampaknya menginginkan kami semua berkumpul.
Kian lama kurasakan tubuh Mas Gagah semakin pucat. Tapi sebentar-sebentar masih tampak bergerak. Tampaknya ia juga masih bisa mendengar apa yang kami katakan meski hanya bisa membalasnya dengan senyuman dan isyarat mata.
Kuusap setitik lagi airmata yang jatuh. “Sebut nama Allah banyak-banyak…, Mas,” kataku sambil menggenggam tangannya. Aku sudah pasrah pada Allah. Aku sangat menginginkan Mas Gagah terus hidup. Tapi sebagai insan beriman, seperti juga yang diajarkan Mas Gagah, aku pasrah pada ketentuan Allah. Allah tentu tahu apa yang terbaik bagi Mas Gagah.
“Laa…ilaaha…illa…llah…, Muham…mad…Ra…sul…Al…lah…,” suara Mas Gagah pelan, namun tak terlalu pelan untuk kami dengar.
Mas Gagah telah kembali pada Allah. Tenang sekali. Seulas senyum menghiasi wajahnya.
Aku memeluk tubuh yang terbujur kaku dan dingin itu kuat-kuat. Mama dan Papa juga. Isak kami bersahutan walau kami rela dia pergi.
Selamat jalan, Mas Gagah !
–=oOo=–
(Epilog)
Buat ukhti manis Gita Ayu Pratiwi,
Semoga memperoleh umur yang berkah,
Dan jadilah muslimah sejati
Agar Allah selalu besertamu.
Sun Sayang,
Mas Ikhwan, eh Mas Gagah !
Kubaca berulang kali kartu ucapan Mas Gagah. Keharuan memenuhi rongga-rongga dadaku.
Gamis dan jilbab hijau muda, manis sekali. Akh, ternyata Mas Gagah telah mempersiapkan kado untuk hari ulang tahunku. Aku tersenyum miris.
Kupandangi kamar Mas Gagah yang kini lengang. Aku rindu panggilan dik manis, Aku rindu suara nasyid. Rindu diskusi-diskusi di kamar ini. Rindu suara merdu Mas Gagah melantunkan kalam Ilahi yang selamanya tiada kudengar lagi. Hanya wajah para Mujahid di dinding kamar yang menatapku. Puisi-puisi sufistik yang seolah bergema di ruang ini…
Setitik air mataku jatuh lagi.
“Mas, Gita akhwat bukan sih?”
“Ya, Insya Allah akhwat!”
“Yang bener?”
“Iya, dik manis!”
“Kalau ikhwan itu harus ada jenggotnya, ya?!”
“Kok nanya gitu?”
“Lha, Mas Gagah ada jenggotnya!”
“Ganteng kan?”
“Uuu! Eh, Mas, kita kudu jihad, ya? Jihad itu apa sih?”
“Ya always dong ! Jihad itu… “
Setetes, dua tetes, air mataku kian menganak sungai.
Kumatikan lampu. Kututup pintu kamarnya pelan-pelan.
Selamat jalan, Mas Ikhwan! Selamat jalan, Mas Gagah!

Tangisan Pertama Membawa Cahaya

Malam yang dingin itu, lutfi masih saja asyik dengan kebiasaan lamanya. Mabuk mabukan, judi dengan ditemani wanita seksi, sudah biasa dalam kehidupannya. Disaat semua orang terlena dengan mimpi mimpi tidurnya, ia malah makin nikmat dengan permainan maksiatnya.
            Tiba tiba hp nya berdering tanda sms masuk.
Sebentar kawan…ucap lutfi.
Segera pulang,
istrimu sedang dirumah sakit,
ia akan melahirkan.
 Spontan ia terkejut. Lalu bergegas menghidupkan sepeda motornya. Sampai dirumah sakit. Mertuanya langsung menyemprot nya dengan bumbu bumbu ceramah. Ia tak ambil pusing, segera saja ia bertanya kepada dokter tentang keadaan istrinya.
            Lutfi memang termasuk bandit. Semua orang mengetahuinya. Tetapi ia tidak bisa menghilangkan rasa cintanya pada sang istri yang begitu sabar menghadapi sifat bejatnya.
Pernah suatu ketika, ia tertangkap oleh polisi dan dipenjara beberapa bulan. Hanya istrinya yang selalu setia menjenguk dan membawakan makanan ke penjara. Guna menjaga gizi sang suami tercinta. Itu terjadi pada saat bulan kedua pernikahannya.
            Dok. Gimana kondisi istriku…” Tanya lutfi pada dokter.
            Tenang pak.. istri bapak besok akan segera kita operasi. Air ketubannya sudah kering. Sekarang kita bantu dengan infus, kita akan persiapkan semuanya. Tolong pak, diurus administrasinya”. Jelas dokter.
            Baik pak.. saya minta tolong pak, berikan yang terbaik untuk istri saya..”.
Melihat suasana itu, mertuanya terlihat luluh, memang lutfi dikenal masyarakat sebagai pemuda yang brandal, mungkin karena umurnya yang masih muda, tetapi didalam relung hatinya, ia sangat mencintai istrinya
       Didepan kamar operasi, keluarga dan tetangga dekat telah menunggu apa yang akan terjadi. Tiba tiba pintu ruang operasi terbuka, setelah dua jam mereka menunggu.
Siapa ayahnya,,” suara perawat memecah kerisauan.
Saya mbak..” jawab lutfi spontan.
Selamat pak,,,” anak bapak laki laki.. ucap suster.
ALHAMDULILLAHHHH”. Teriak serentak diruangan itu.
“ Istri saya gimana mbak…
“ Tenang pak,,lagi dalam pemulihan, ia tak apa apa. Masih dalam efek bius. Lebih baik bapak ikut saya keruang incubator, biar sikecil langsung di azankan. Jelas mbak perawat.
Azan”..teriak halus bibirnya.
Seketika mendengar seruan untuk mengazankan anaknya. Sontak kaki lutfi kaku bagai tak ada refleks untuk bergerak. Ia diam membisu, bibirnya gemetar, ia bingung dengan apa yang terjadi. Keluarga yang melihat kejadian itu, tidak begitu kaget, karena lutfi dikenal sebagai sosok yang tak tahu soal agama.
Sholat aja tak pernah apalagi bacaannya”. Celetuk bibir usil salah satu keluarga.
“ Ba…baik mbak..” jawab lutfi terbata.
            Di ruang incubator, lutfi mengumandangkan azan ditelinga kanan putranya. Ia memang tak pernah sholat, tapi ia sering mendengar suara azan berkumandang di mesjid dekat rumahnya. Ia masih ingat nada nada seruan sholat itu, walaupun tidak tau artinya tapi ia ingat betul urutannya.
            “ ALLAHU AKBAR…ALLAHU AKBAR..”
            “ LAAILAHAILLALLAHU..”
            Keluarga yang sedang penasaran ingin melihat sang bayi, tepat didepan pintu ruang incubator terkejut, heran, kagum, haru, menyaksikan suasana itu. Bisa juga ya… anak itu azan”. Celetuk bibir ibu mertuanya.
            Lutfi yang terdiam kaku melihat wajah bayi mungil itu, tak terasa matanya basah meneteskan air bening hingga membasahi pipinya, kakinya kaku bagai dipasung, badannya oleng tak seimbang hingga akhirnya ia roboh, membentuk posisi sujud kepada Rabb nya. Ia bingung dengan kondisi dirinya.
            “ apa yang terjadi…lirih hatinya kebingungan.
            Keluarganya diluar lebih kaget melihat lutfi dengan posisi sujud itu. Adik ipar yang hendak masuk untuk menolong abang iparnya itu dilarang pak mansyur tetangga lutfi yang ikut menjeguk.
            Biarkan saja, hidayah ALLAH sedang berproses pada dirinya. Jawab pak mansyur, takmir mesjid dekat rumahnya.
            Keluarga, tetangga dan para penjeguk dari teman temannya, haru terdiam melihat suasana itu. Malah ibu mertuanya menangis menyaksikan peristiwa itu.
            Lutfi masih sujud, air matanya sudah menggenangi lantai ruangan itu. Sudah sepuluh menit ia dibiarkan begitu, tubuhnya yang masih lemas tiba tiba bangkit mendengar tangisan putranya, seakan putranya tahu kondisi ayahnya. Dan menangis memecah suasana. Tangisan itulah yang membawa cahaya bagi hidupnya.
menangis bukanlah hal yang memalukan, jika mengalirnya air mata mampu melunturkan rasa sesak yang tak mampu lagi ditahan dalam hati, jangan khawatirkan kata orang yang menganggap mu cengeng, karena pada dasarnya setiap orang juga pernah menangis


Apabila akhirat ada dalam hati, maka akan datanglah dunia menemaninya. Tapi apabila dunia ada di hati maka akhirat tidaklah akan menemaninya. Itu karena akhirat mulia dan dermawan, sedangkan dunia adalah hina”

Ada tiga golongan orang yang paling menyesal pada hari kiamat : (1) orang yang memiliki budak ketika di dunia, ternyata pada hari kiamat budak tersebut memiliki prestasi amal yang lebih baik darinya, (2) orang yang mempunyai harta tetapi tidak mau bersedekah dengannya sampai ia meninggal dunia, kemudian harta tersebut diwarisi oleh orang yang memanfaatkan harta tersebut untuk bersedekah di jalan Allah, dan (3) orang yang mempunyai ilmu tetapi ia tidak mau mengambil manfaat dari ilmunya, lalu ilmu tersebut diketahui oleh orang lain yang mampu mengambil manfaat darinya.”

Ada enam perkara, apabila dimiliki oleh seseorang maka telah sempurnalah keimanannya : (1) memerangi musuh Allah dengan pedang, (2) tetap menyempurnakan puasa walaupun di musim panas, (3) tetap menyempurnakan wudhu walaupun di musim dingin, (4) tetap bergegas menuju mesjid (untuk melaksanakan shalat berjama’ah) walaupun di saat mendung, (5) meninggalkan perdebatan dan berbantah-bantahan walaupun ia tahu bahwa ia berada di pihak yang benar dan (6) bersabar saat ditimpa musibah.”

Harta yang paling menguntungkan ialah SABAR.
Teman yang paling akrab adalah AMAL.
Pengawal peribadi yang paling waspada adalah DIAM.
Bahasa yang paling manis adalah SENYUM.
Dan ibadah yang paling indah tentunya KHUSYUK.

MY HASAN BASRI.................!!!, Who is he?,



SAUDARAMU (Sahabat) YANG SEBENARNYA

Ali bin Abi Thalib RA berkata dalam syairnya:
Sesungguhnya saudaramu (sahabat) yang sebenarnya
adalah yang bersamamu
dan yang membahayakan (mengorbankan) dirinya untuk memberimu manfaat
dan yang ketika datang musibah
ia menolongmu
ia korbankan dirinya
untuk menyenangkanmu ..
                                             

Apa Yang Paling.................... Di Dunia Ini...?

Suatu hari Imam al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya, lalu Imam al-Ghozali bertanya kepada murid-muridnya tersebut :

1. Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini...? Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman dan kerabat, Imam Ghazali menjelaskan bahwa semua itu benar, tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "KEMATIAN". Sebab itu sudah janji Allah swt bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati (Ali Imran 185), lalu Imam al-Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua.

2. Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini...? Murid-muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari dan bintang. Lalu Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan benar, tetapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Sebab bagaimanapun, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

3. Apa yang paling besar di dunia ini...? Murid-muridnya menjawab gunung, bumi, matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam al-Ghazali, tetapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" (al-A'raf 179). Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai membawa kita ke neraka.

4. Apa yang paling berat di dunia...? Murid-muridnya ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban kalian benar kata Imam al-Ghazali. Tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH" (al-Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung dan Malaikat semua tidak mampu ketika Allah swt meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah swt, sehingga banyak dari mereka yang masuk ke dalam neraka karena tidak bisa memegang amanahnya.

5. Apa yang paling ringan di dunia ini...? Murid-muridnya ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar tapi yang paling ringan di dunia ini adalah "MENINGGALKAN SHaLAT". Karena kesibukan dan pekerjaan, manusia dapat meninggalkan shalat.

6. Apakah yang paling tajam di dunia ini...? Murid-muridnya menjawab serentak, Pedang.… "Benar!" kata Imam al-Ghazali. Tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA" karena dengan lidah, manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan perasaan saudaranya sendiri.

http://www.facebook.com/note.php?created&&suggest&note_id=131140423977

Kehidupan Ilmu Politik (Tugas Ku semester 1, di rangkum dari buku Teori Politik Modern, SP. Varma)

Ilmu politik merupakan salah-satu ilmu tertua dari berbagai cabang ilmu yang ada. Meskipun beberapa cabang ilmu pengetahuan yang ada telah mencoba melacak asal-usul keberadaannya hingga zaman Yunani kuno, tetapi hasil yang dicapai tidak segemilang apa yang telah dicapai oleh ilmu politik. Sejak sekelompok orang mulai hidup bersama, masalah yang menyangkut pengaturan dan pengawasan mulai muncul dan sejak itulah para pemikir politik mulai membahas masalah-masalah yang menyangkut lingkup serta batasan penerapan kekuasaan, hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah, serta sistem apa yang paling baik menjamin adanya pemenuhan kebutuhan akan pengaturan dan pengawasan, sebagai konsekuensi adanya kebebasan pemikiran manusia. Masalah-masalah ini telah menggelitik pemikiran manusia selama berabad-abad.


Akar-akar behavioralisme dapat dilacak kembali sampai pada konsep “teori system umum”, yang asalnya bisa kita lihat dalam tulisan seorang ahli biologi Ludwig von Bertalanffy pada tahun 1920, meskipun baru setelah Perang Dunia II, sejumlah penulis penting dari berbagai disiplin mulai menulis tentang pentingnya unifikasi ilmu-ilmu yang ada, dan ini merupakan suatu konsep yang berdiri di atas akar teori system umum. pengajur pandangan ini berpendapat bahwa terdapat penggolongan berbagai macam disiplin ilmu yang terlalu kaku, yang menyebabkan berkurangnya interaksi antara berbagai bidang penelitian dan menghalangi kemajuan di setiap bidang yang bersifat khusus. Terdapat kecendrungan dari setiap disiplin ke arah fenomena-fenomena yang bersifat khusus serta penyelidikan-penyelidikan yang rinci dalam masing-masing bidangnya saja, untuk menghindari pertimbangan-pertimbangan teoritis yang bersifat umum dan abstrak. Walaupun dalam perjalanan sejarahnya filsafat politik menempati kedudukan yang penting, tapi tradisi yang memungkinkan lahirnya karya-karya para filsuf yang terkenal boleh dikatakan hampir berakhir. David Easton, Alfred Cobban dan sejumlah penulis kontomporer lainnya berpendapat bahwa teori politik, yang lain lebih bicara tentang posisinya yang terpojok, atau sudah “mati” kata Peter Laslett dan Robert A. Dahl. Bahkan di Oxford, tempat asal teori politik klasik, pertanyaan bahwa teori politik telah mati atau sedang melaju mundur bukanlah barang baru. Untuk mendukung penilaian tersebut mereka menyatakan bahwa sejak Marx dan Mill (dan barangkali juga Laski) kini sudah tidak ada lagi filsuf politik yang menonjol. Dalam menjelaskan gejala tersebut mengemukakan bahwa umumnya gagasan-gagasan politik itu lahir dan berkembang pada saat terjadi perubahan atau pergolakan social. Hal ini terbukti dari kemunculan karya-karya mereka saat itu. Ketika terjadi pergolakan social di Yunani Kuno, ketika terjadi kekacauan sebagai akibat sengketa agama dan politik pada abad ke-16 dan ke-17 di Inggris, dan ketika gagasan-gagasan politik melahirkan revolusi besar itu lahir. Lebih lanjut menegaskan bahwa hal itu kembali berulang ketika pada pertengahan abad ke-20 terjadi perubahan budaya yang mendasar dan konflik social yang meluas di beberapa bagian dunia, meski pada bagian dunia lainnya pemikiran politik itu tidak berkembang secara berarti. Tahun 1951 sekali lagi ia menegaskan bahwa pemikiran politik yang ada saat ini lebih banyak berpijak pada gagasan-gagasan lama, dan sialnya upaya untuk mengembangkan sintesa-sintesa politik  baru amatlah kecil. Parahnya lagi, landasan untuk bisa memunculkan fikiran kreatif tidak dipersilahkan. Melihat kenyataan inilah sejumlah penulis telah mencoba mencari tahu penyebabnya.


Gambaran tentang sifat dan ruang lingkup ilmu politik telah berubah dari waktu ke waktu. Aristoteles yang meletakkan landasan ilmu politik, menggunakan istilah politik dalam pengertian yang cukup luas yang mencakup struktur keluarga, pengawasan budak-budak, morfologi revolusi, tanggapan terhadap demokrasi murni, dan konsep, atau Negara. Politik menurut Aristoteles, meliputi pemerintahan-pemerinatahan dalam negeri, praja dan internasional, patriasi,”kegerejaan”, struktur perdagangan serta serikat pekerja. Batasan ini akan dapat diterima apabila ilmu politik telah menjadi “ilmu tingkat tinggi”’ yakni – seperti yang dijelaskan Aristoteles – sebagai ilmu yang menyumbangkan pengetahuan dan pengertian kepada para pejabat kota sehingga memungkinkan mereka menyerasikan kegiatan-kegiatan masyarakatnya guna mencapai kehidupan yang layak bagi mereka yang memahaminya. Karena Negara terbatas kekuatannya, dan ilmu-ilmu social lain semakin berkembang, maka untuk pengembangan ilmu politik dibutuhkan kerangka konsepsual dan definisi yang lebih cepat.
Setelah Perang Dunia I teori-teori tentang elit, kelompok dan kekuasaan tampaknya telah demikian digandrungi di Amerika. Masing-masing mengklaim dirinya sebagai teori yang paling canggih. Teori elit misalnya menegaskan bahwa ialah yang bersandar pada kenyataan bahwa setiap masyarakat tebagi dalam 2 kategori yang luas yang mencakup: sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah, dan Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.
Meskipun pada mulanya teori ini diperuntukkan untuk Eropa Barat dan Tengah sebagi kritik terhadap demokrasi dan sosialisme, tapi oleh sejumlah ilmuwan Amerika ia diserap dengan baik untuk menjelaskan proses-proses politik yang ada di Negara mereka dan negar-negara demokratis lainnya. Konsep dasar teori yang lahir di Eropa ini mengemukakan bahwa di dalam kelompok penguasa (the ruling class) selain ada elit yang berkuasa juga ada elit tandingan, yang  berkuasa kehilangan kemampuannya untuk memerintah. Dalam hal ini, massa memegang sejenis control jarak jauh atas elit yang berkuasa, tetapi karena mereka tak begitu acuh dengan permainan kekuasaan, maka tak bias diharapkan mereka akan menggunakan pengaruhnya. Normal Kalau ada ilmuwan politik saat ini yang telah berhasil menelorkan karya yang luar biasa dalam menyibak dimensi baru dalam penelitian ilmu politik termasuk pengembangan metodenya, perangkat dan peralatannya, itulah Harold D. Lasswell. Ilmuwan yang lahir pada lahir pada tahun 1902 ini adalah satu di antara segelincir ilmuwan politik modern, dan yang paling maju di antara para pengikut Charles Merriam di Universitas Chicago, yang menentang pendekatan yang baru. Selain itu dibandingkan dengan rekan profesi seangkatannya, dia adalah ilmuwan yang paling produktif yang selama paruh abad terakhir telah menghasilkan, baik secara sendiri atau bersama-sama, lebih dari selusin buku yang membahas berbagai aspek ilmu politik.


Analisa system merupakan bagian dari gerakan behavioralis dalam ilmu politik yang berkembang di berbagai universitas Amerika-sebagai reaksi terhadap pendekatan-pendekatan tradisonalisme. Komite ilmu behavioral di Universitas Chicago mulai mengadakan pertemuan reguler pada 1952 dan setiap kelompok teori, yang mencerimnkan perhatian multi disipliner terdiri dari sejumlah sarjana: sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, psikologi, psikologi social, psikiatri, antropologi, kedokteran, neuro-psikologi, matematika, dan biologi; diskusi dimulai dengan sebuah pandangan bagaimana mengilmiahkan ilmu politik. Argument yang dikemukakan para ilmuwan alam dalam pertemuan ini adalah bahwa mereka telah mencapai kemajuan perspektif dan berbagai bidang sebagai hasil Pengembangan Teori-teori Umum, dan mereka menyarankan agar para ilmuwan social harus mencoba mengembangkan berbagai perspektif teoritis umum sendiri. Karenanya, ada perhatian mendalam di kalangan ilmuwan social kenamaan yang tergabung dalam “Komite Ilmu Tingkah-Laku” (Committee on Behavioural Science) Universitas Chicago, tentang propek perumusan teori-teori umum semacam itu. ilmuwan social ini mengakui, sampai sejauh ini ilmu-ilmu social memang masih primitive baik dalam hal metodologi maupun peralatan penelitian. Ketergantungan utama para ilmuwan social pada metode studi kasus, berkibat terbelakangnya konsepsi dan bidang teoritis. Mereka tidak memiliki kosensus tentang sifat, ruang-lingkup, metode ilmu politik dan bahkan yang sama. Persetujuan tentang metode yang cocok dan program penelitian yang sesuai diakui sangat sulit dicapai, guna mengembangkan suatu kerangka teoritis yang sama. Model adalah suatu konsepsi intelektual yang baik, yang dipergunakan untuk menggambarkan situasi social atau fisik. Situasi tadi mungkin nyata atau mungkin juga hipnotis. Dengan dmikian, suatu model merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai atau suatu pola yang akan diikuti. Plato, dengan caranya sendiri, membuat model tentang sebuah Negara yang dicitakan, sedangkan Aristoteles memberi kita model mengenai konstitusi yang akan cocok bagi masyarakat yang berbeda-beda dalam tahap perkembangan yang berbeda-beda pula. Akan tetapi apabila kita memakai istilah tersebut dalam teori politik modern, maka kita berusaha untuk membuang jauh-jauh konotasi-konotasi nilai tersebut. Kita anggap model tersebut sebagai konsepsi intelektual yang sederhana, atau kerangka yang bersifat kaku, yang dapat membantu kita di dalam mengatur alur-alur utama pemikiran kita dan di dalam memberi arah penyelidikan kita. Suatu model mungkin mencakup barbagai macam kategori asumsi, dalil dan konsep sehingga, dengan bantuannya, kita dapat mamisah-misahkan data yang kita himpun selama penyelidikan, menganalisa data yang tersusun rapid an menentukan hubungan antara satu kumpulan data dengan kumpulan data lainnya. Di antara persoalan penting yang telah diidentifikasi para kritis social Barat saat ini adalah persoalan antara suatu masyarakat kapitalis yang sangat terorganisasi dan suatu Negara yang tersentralisasi yang menindas individu atas dasar keseragaman yang ketat. Masyarakat telah menjadi besa, rumit dan sangat terorganisasi, dan basis organisasinya demikian berdayaguna. Manusia semakin dilihat sebagai produser dank arena tujuan organisasi social dalam mana ia melaksanakan peranannya juga demikian luas dan rumit, maka hubungan-hubungan pribadi lalu kehilangan artinya. Dan masyarakat juga reltif terus mengaya. Produksi barangnya sangat besar, namun si kapitalis masih tetap/terus mengeksploitasi situasi sesuai dengan kepentingannya sendiri, sedangkan masyarakat awam selamanya hanya diisi bukan dengan tugas pasti unutk mencoba, melainkan karena khawatir dalam rangka, memperbaiki status ekonominya. Manusia atau individu terpaksa menjadi demikian sibuk dengan upayanya mengejar lapangan pekerjaan, sehingga sulit menyisihkan waktu untuk melihat keadaan dirinya dan memikirkan mutu kehidupannya. Timbulnya sejumlah besar Negara baru di Afrika, dan Amerika Latin dalam gelora Perang Dunia Kedua telah membuka dimensi baru dalam disiplin ilmu poitik. Ahli antropologi, etnografi, sejarah, dan ahli-ahli ketimuran (orientalis) telah melakukan beberapa studi mengenai negeri-negeri itu – meskipun studi mereka hanya mengenai masyarakat, dan bukan mengenai Negara. Ketika beberapa dari masyarakat-masyarakat tua itu mulai berbentuk Negara-negara baru, maka tak dapat dihindarkan perhatian para ilmuwan politik tertarik kepada Negara-negara itu. Ilmu politik Barat pada waktu itu sangat terpengaruh oleh ahli-ahli system yang telah mencoba untuk menunjukkan bahwa system politik adalah, pada umumnya, suatu sub-sistem dari system social, yang menerima tantangan-tantangan maupun dukungan-dukungannya dari system social dalam bentuk masukan dan yang pada gilirannya melahirkan keluaran legislative, eksekutif dan judicial (dalam istilah baru disebut pembuatan peraturan, pelaksanaan peraturan, dan penghakiman peraturan) yang dimasukkan lagi ke dalam system social melalui apa yang disebut sebagai pross umpan-balik (feedback), dan di perkuat atau diperlemah oleh proses tantangan maupun proses dukungan.


Khairunnisa PKN FKIP UNLAM Banjarmasin 2010